JAKARTA (Arrahmah.com) – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat Asep N Mulyana menyebut para santriwati korban asusila hingga istri dari terdakwa Herry Wirawan (36) diduga dicuci otaknya sehingga tak berani melaporkan tindakan asusila tersebut.
Menurut Asep, kasus yang menjerat HW itu merupakan kejahatan yang luar biasa. Karena ia menilai dalam kasus HW itu terdapat ancaman-ancaman yang berpengaruh kepada psikis korban termasuk istrinya sendiri.
“Jadi cuci otaknya dalam teori psikologi itu banyak, misalnya dia memberi iming-iming, memberi kesenangan, memberikan fasilitas yang dia (para korban) tidak dapatkan sebelumnya,” kata Asep, di Pengadilan Negeri Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (30/12/2021), lansir TvOne.
Asep mengungkapkan, kejahatan luar biasa itu diketahuinya setelah menjadi jaksa penuntut umum dalam persidangan kasus asusila HW dengan agenda pemeriksaan istri terdakwa.
Asep mengatakan, Herry Wirawan mempengaruhi para korbannya secara pelan-pelan. Dengan memberi sejumlah fasilitas, menurutnya lagi, para korban diminta untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, termasuk kebutuhan biologis.
“Jadi si pelaku itu memengaruhi korban, misalnya ‘saya sudah belikan kamu ini, tolong dong kamu juga memahami kebutuhan dan keinginan saya’, dan seterusnya,” terang Asep.
Sedangkan istrinya pun, menurutnya pula, tidak berdaya dengan adanya dugaan ancaman psikis dari HW.
Bahkan, kata dia, istrinya pun tak berdaya ketika memergoki HW sedang melakukan tindakan asusila kepada korbannya.
“Dia melakukan itu pada saat istri si pelaku itu dalam kondisi hamil besar, jadi ada dampak psikologis terhadap istrinya itu secara luar biasa,” lanjutnya.
Terkait motif dan metode yang dilakukan oleh HW, menurutnya, jaksa akan menyampaikan hal tersebut ketika telah memeriksa HW dalam agenda pemeriksaan terdakwa.
“Tapi kami periksa ini objektif, komprehensif, menyeluruh, termasuk motif pelaku,” tegasnya.
Selama proses peradilan, ia memastikan kejaksaan tidak hanya fokus kepada masalah tuntutan, namun juga akan mempertimbangkan seluruh aspek dampak yang terkuak dari fakta-fakta persidangan.
“Ini bukan hanya persoalan hukum, ini masalah kemanusiaan, menyangkut bagaimana kelangsungan hidup ke depannya,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.com)