KHARTOUM (Arrahmah.com) – Dewan Militer Transisi Sudan (TMC) telah memecat jaksa agung negara tersebut, beberapa hari setelah tuduhan korupsi diajukan terhadap Presiden Omar Al-Bashir yang digulingkan, ketika protes baru sedang berlangsung.
Kantor berita resmi SUNA melaporkan pada Kamis (20/6/2019) bahwa Abdullah Ahmed akan menggantikan Alwaleed Sayed Ahmed sebagai jaksa penuntut umum, tetapi tidak memberikan alasan untuk pemecatan tersebut, lansir Al Jazeera.
Abdullah baru-baru ini ditunjuk sebagai jaksa penuntut untuk Khartoum, sebuah peran di mana ia mengawasi penyelidikan atas serangan berdarah 3 Juni di kamp protes di ibu kota yang menewaskan puluhan demonstran pro-demokrasi.
Pengumuman Kamis datang beberapa minggu setelah aksi duduk di depan markas militer dibubarkan dengan kekerasan pada 3 Juni oleh pria berseragam militer yang menurut saksi mata, menembak dan memukuli demonstran.
TMC dengan tegas membantah telah memerintahkan pembubaran, tetapi mengatakan telah memerintahkan pembersihan daerah terdekat yang terkenal dengan kriminalitas penjualan narkoba.
Dewan mengklaim bahwa pembersihan daerah yang dikenal sebagai Kolombia, dilakukan setelah pertemuan para petinggi hukum dan keamanan, yang dihadiri oleh Alwaleed.
Pekan lalu, ia mengatakan kepada wartawan bahwa ia menghadiri pertemuan itu tetapi tengah pergi pada saat operasi pembersihan dibahas, mengatakan: “Di hadapan kami, pembubaran aksi duduk itu bahkan tidak dibahas.”
Dalang penyerangan diidentifikasi
Setidaknya 128 orang telah tewas pada penumpasan 3 Juni lalu, menurut dokter yang terkait dengan gerakan protes. Namun, kementerian kesehatan menyebutkan korban hanya berjumlah 61 orang.
Pada Kamis, wakil kepala TMC, Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, mengatakan bahwa dalang di balik serangan itu telah “diidentifikasi” tetapi mengatakan ia tidak akan mengungkapkan identitasnya karena penyelidikan masih berlangsung.
“Siapa pun itu, apakah dari pasukan reguler atau warga sipil, akan dibawa ke pengadilan. Investigasi akan transparan dan persidangan akan terbuka untuk umum,” kata Dagalo, yang dikenal luas sebagai Hemeti.
Para pengunjuk rasa mengatakan tindakan keras itu dilakukan oleh anggota kelompok paramiliter Hemeti yang ditakuti, Pasukan Dukungan Cepat (RSF).
Hemeti membela pasukannya dan memperingatkan pasukan penipu, dengan mengatakan siapa pun bisa mengenakan seragam unit yang bisa dibeli di pasar.
“Kami menangkap seorang jenderal kemarin karena membagikan kartu identitas RSF,” katanya, seraya menambahkan bahwa 23 orang lainnya ditangkap di kota Pelabuhan Sudan di Laut Merah karena mengenakan seragam unit dan “memeriksa orang-orang”.
“Siapa pun yang telah melewati batas apakah mereka berasal dari militer atau warga sipil, saya bersumpah kepada Tuhan, akan diadili,” kata Hemeti dalam pidatonya di Khartoum.
Serangan 3 Juni terjadi setelah para pemimpin protes dan jenderal gagal mencapai kesepakatan tentang siapa yang harus memimpin badan pemerintahan baru, warga sipil atau anggota militer.
Protes baru
Ratusan warga Sudan berdemonstrasi di ibu kota negara bagian pada Kamis, memberikan tekanan pada TMC untuk menyerahkan kekuasaan kepada warga sipil dalam keributan yang sedang berlangsung sejak penggulingan Al-Bashir lebih dari dua bulan lalu.
Pada Rabu, ketua TMC Jenderal Abdel Fattah Al-Burhan meminta para pemimpin protes untuk melanjutkan pembicaraan tanpa syarat. Para pemimpin protes telah menyatakan kesiapan untuk melanjutkan perundingan tetapi dengan persyaratan tertentu. (haninmazaya/arrahmah.com)