TEL AVIV (Arrahmah.id) – Tujuh puluh satu persen warga “Israel” percaya “Israel” harus melakukan operasi militer skala besar terhadap Libanon untuk menghalangi Hizbullah, sebuah jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan.
Survei tersebut dilakukan oleh surat kabar “Israel” Maariv di tengah memburuknya kekerasan lintas batas antara tentara “Israel” dan kelompok milisi Hizbullah yang didukung Iran.
Selama empat bulan terakhir, sejak meningkatnya ketegangan menyusul dimulainya invasi “Israel” di Gaza pada 7 Oktober, serangan “Israel” di Libanon selatan telah menewaskan lebih dari 250 orang, termasuk 203 anggota Hizbullah.
Di sisi perbatasan “Israel”, 10 tentara dan enam warga sipil tewas akibat rudal Hizbullah, menurut tentara “Israel”. Angka yang dibantah oleh Hizbullah, yang mengatakan jumlah korban di “Israel” jauh lebih tinggi.
Semakin banyak warga “Israel”, terutama mereka yang mengungsi dari rumah mereka di utara, mendesak pemerintah mereka untuk mengambil tindakan tegas terhadap Hizbullah dan mengusir mereka dari perbatasan, bahkan jika hal itu berarti invasi darat.
Masyarakat Libanon memiliki kenangan buruk akan pendudukan “Israel” – termasuk sejumlah pembantaian – yang secara resmi dimulai pada 1985 dan berakhir pada 2000. Perang antara “Israel” dan Hizbullah terjadi pada 2006, yang menyebabkan sekitar 1.191 warga Libanon dan 44 warga sipil “Israel” terbunuh dan ribuan lainnya melarikan diri dari rumah mereka.
Warga “Israel” kini menolak untuk kembali ke kota dan permukiman mereka, karena takut akan skenario seperti yang terjadi pada 7 Oktober.
Negara-negara Barat memediasi pembicaraan untuk mencoba mengakhiri kekerasan lintas batas antara Libanon dan “Israel” dan mendemarkasi sepenuhnya perbatasan darat negara-negara musuh.
Kedua negara yang berperang mendemarkasi batas maritim mereka melalui kesepakatan penting pada Oktober 2022.
“Israel” mengancam akan melakukan tindakan militer jika diplomasi gagal.
“Israel sebelumnya telah menegaskan bahwa mereka tidak akan kembali ke kenyataan yang terjadi di perbatasan utara sebelum 7 Oktober, dan tujuan yang dinyatakan adalah untuk memindahkan Pasukan Radwan ke luar Sungai Litani dan membongkar kemampuan Hizbullah di Lebanon selatan,” kata “Israel”, sebagaimana yang dilaporkan Surat kabar Israel Hayom.
Pasukan Radwan adalah unit elit Hizbullah yang coba dihalau “Israel” dari perbatasannya. Namun kelompok milisi Syiah Libanon ini menolak untuk menarik diri dari Libanon selatan, dengan mengatakan kekerasan di perbatasan tidak akan berakhir sebelum gencatan senjata di Gaza, di mana lebih dari 28.700 orang syahid akibat pengeboman “Israel”.
Israel Hayom mengatakan meskipun terjadi eskalasi dalam beberapa hari terakhir, kemungkinan pecahnya perang besar-besaran dengan Hizbullah masih kecil, karena “Israel” saat ini fokus untuk mengalahkan Hamas di Gaza dan membebaskan sandera yang masih ditahan di daerah kantong tersebut. (zarahamala/arrahmah.id)