BANDUNG (Arrahmah.com) – Rencana Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bandung menjadi khatib dan imam shalat Jumat (11/3/2011) di masjid milik Ahamadiyah tidak terwujud. Pasalnya 5 menit menjelang dikumandangkannya adzan, Dr. KH. Asep Zaenal Ausof dari MUI Kota Bandung yang sedianya menjadi khatib dan imam, mendadak diajak ke ruang DKM.
Dalam ruang DKM tersebut telah menunggu beberapa pimpinan Jemaat Ahmadiyah (JAI) Jabar. Sementara itu KH. Asep Zaenal ditemani beberapa orang polisi, termasuk Kapolrestabes Kota Bandung, Kombes. Pol. Jaya Subriyanto, yang sengaja datang untuk ikut shalat jumat.
Inti dari pertemuan singkat tersebut, DKM menolak jika yang menjadi khatib dan imam di masjid Mubarak tersebut orang di luar jemaat Ahmadiyah. Imbas dari penolakan tersebut, ratusan jamaah yang sudah duduk, serentak meninggalkan masjid dua lantai tersebut.
Mereka berhamburan mencari masjid di sekitar jalan Pahlawan, mengingat adzan sudah berkumandang. Sementara puluhan orang yang masih di dalam masjid untuk shalat Jumat, sebagian besar mengaku dari jemaat Ahmadiyah.
KH. Asep Zeanal usai shalat Jumat membenarkan insiden tersebut. Ia menjelaskan ada tiga poin atas penolakan oleh jemaat Ahmadiyah, lansir hidayatullah.
“Pertama pihak Gubernur atau MUI boleh melakukan pembinaan kepada jemaat Ahmadiyah, namun tidak untuk khatib Jumat. Kedua, tidak boleh menjadi khatib dan imam orang yang mendzolimi jemaat Ahmadiyah. Dalam hal ini MUI dianggap telah mendzolimi mereka karena dianggap MUI telah mengkafirkan Ahmadiyah. Sementara yang ketiga, tidak seiman dan seimam,” jelas KH. Asep Zaenal, Sekretaris MUI Kota Bandung tersebut.
KH. Asep menambahkan, pihaknya saat itu merasa tersinggung dengan poin ketiga. “Karena kita dianggap tidak seiman dengan mereka, ya sudah kita keluar saja. Padahal waktu sudah masuk adzan,” katanya sedikit kecewa.
Untuk itu pihak MUI Kota Bandung akan segera melaporkan kejadian tersebut kepada Gubernur dan Kapolda Jabar untuk menentukan langkah selanjutnya. “Sore ini juga kita laporkan,” jelasnya.
Juru bicara JAI Wilayah Priangan Barat, Rafiq Ahmad Sumadi Gandaprawira, yang ditemui hidayatullah.com di masjid Mubarak menjelaskan, telah terjadi kesalahpahaman antara JAI dengan MUI. ”Intinya masjid ini terbuka untuk umum dan kami tidak membatasi, siapa saja boleh masuk,” ujar Rafiq.
Soal penolakan tersebut, pihak JAI tidak merasa menolak KH. Asep Zaenal untuk memberikan ceramahnya di masjid Mubarak. Hanya saja untuk saat ini belum bisa, dengan alasan bahwa masjid Mubarah sudah mempunyai jadwal khatib dan imam selama satu tahun. Sedang KH. Asep Zaenal tidak ada dalam daftar khatib dan saat ini bukan jadwal bersangkutan.
Rafiq juga menjelaskan bahwa surat yang dilayangkan pihak MUI Kota Bandung soal rencana khotbah Jumat dinilai terlalu mendadak, dengan alasan surat tersebut baru diterima pihak DKM Mubarak Kamis (10/2).
”Kami menghargai inisiatif tersebut, namun surat ini baru kami terima kemarin. Kami belum koordinasi dengan DKM dan amir kami di Jakarta,” jelas Rafiq, sambil menunjukan dari MUI.
Sementara untuk point ketiga, tidak seiman dan seimam, Rafiq menolak jika pernyataan tersebut sempat terlontar dalam pertemuan dengan KH. Asep Zaenal.
”Namun jika itu sempat terlontar, dengan tulus kami memohon maaf. Mungkin kami khilaf,” pinta Rafiq.
Pihak JAI Jabar, menurut Rafiq, akan segera melakukan koordinasi dengan amir di Jakarta. Namun saat didesak koordinasi apa yang akan dilakukan? Rafiq menolak menjelaskan.
Hidayatullah melaporkan hingga menjelang sore masjid Mubarak masih dijaga puluhan polisi dari Polsek Cibeunying Kota Bandung. Menurut seorang petugas polisi yang enggan disebut namanya, pengamanan tersebut sekadar berjaga-jaga saja.
Pascainsiden menjelang shalat Jumat sempat beredar kabar akan ada beberapa massa ormas Islam yang akan mendatangi masjid Mubarak. Namun hingga menjelang shalat Ashar massa ormas Islam tersebut belum nampak datang ke masjid yang diklaim sebagai markas JAI Jabar tersebut. (hidayatullah/arrahmah.com)