JAKARTA (Arrahmah.id) – Ketua umum PP Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) untuk masa jabatan tahun 2022-2027, Khofifah Indah Parawansa, akan mengajukan surat nonaktif dari kepengurursan organisasi tersebut.
Hal itu disampaikan Khofifah setelah menghadiri acara Hari Lahir (Harlah) Muslimat NU ke-78 yang digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, pada Sabtu (20/1/2024).
Surat itu rencananya akan diberikan Khofifah ke Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) malam nanti.
“Nanti malam saya akan menyampaikan surat kepada PBNU untuk nonaktif,” ujar Khofifah.
Khofifah menuturkan bahwa dirinya memilih untuk nonaktif setelah menerima tawaran menjadi Tim Kampanye Nasional (TKN) paslon nomor urut dua Probowo Subianto dan Gibran Rakabuming.
“Besok insyaAllah baru masuk TKN,” jelasnya, seperti dilansir Antara.
Meski menjadi TKN pasangan Prabowo-Gibran, namun Khofifah menegaskan bahwa dirinya tidak mengimbau agar warga NU memilih paslon nomor urut dua tersebut.
“Kalau imbauan nggaklah, karena organisasi itu kan gak punya hak pilih, yang punya hak pilih warganya,” ucap Khofifah.
Sebelumnya pada Kamis (18/1), Yahya Cholil Staquf, yang merupakan Ketua Umum PBNU menegaskan bahwa Khofifah harus nonaktif dari Ketua Umum Muslimat NU jika telah resmi masuk menjadi TKN Prabowo-Gibran.
“Kalau sekarang beliau mengumumkan bahwa beliau menjadi juru kampanye, nah kita lihat kalua sudah resmi masuk di dalam tim kampanye, ya beliau harus nonaktif dari jabatannya sebagai Ketua Umum Muslimat,” tegas Gus Yahya.
Gus Yahya juga memaparkan bahwa aturan tersebut tidak hanya berlakuk bagi Khofifah, namun juga untuk para ketua cabang dan wilayah yang terlibat dalam pencalonan legislatif. Mereka harus mengundurkan diri dari jabatannya dan diganti oleh orang lain.
“Ada sejumlah ketua wilayah dan ketua cabang yang mencalonkan diri, baik sebagai calon anggota DPR di berbagai tingkatan dari berbagai partai, macam-macam partainya, mereka harus mengundurkan diri dan harus diganti,” katanya.
Secara lembaga, kata dia, keorganisasian NU tidak terlibat di dalam kampanye atau dukung-mendukung dalam pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres). Namun secara pribadi, NU secara organisasi tidak berhak menghalangi.
“Pribadi-pribadi tentu kita tidak berhak menghalangi, siapapun itu. Parameternya sudah saya jelaskan tadi tentang bagaimana keterkaitan antara keterlibatan pribadi dengan organisasi. Tapi NU secara kelembagaan jelas tidak terlibat,” pungkasnya. (Rafa/arrahmah.id)