JAKARTA (Arrahmah.com) – Wakil Ketua Komisi III DPR, Al Muzzammil Yusuf mengatakan, pembahasan mengenai SK penggunaan jilbab polwan saat berdinas masih menggantung.
“Belum ada perkembangan. Rapat Komisi III pekan lalu dengan Kapolri fokus pembahasan pengamanan pemilu,” ujarnya, lansir ROL, Selasa (4/2/2014).
Penggunaan jilbab polwan memang menjadi polemik berkepanjangan. Kapolri Jenderal Polisi Sutarman menarik kembali ucapannya yang mengizinkan polwan untuk mengenakan jilbab.
Polri berdalih Korps Bhayangkara belum memiliki peraturan mengenai jilbab. Aturan perlu dibuat mengingat Polri adalah sebuah institusi negara yang memakai seragam.
Sikap Polri inilah yang mendapat kecaman dari sejumlah pihak. Polri dinilai tidak tegas.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah Siti Noordjanah Djohantini mengatakan, perkembangan jilbab di Indonesia sangat positif. Jilbab menunjukkan nilai agama yang bisa selaras dengan kultur bangsa. Ia juga berharap pemakaian jilbab didasarkan pada kesadaran agama.
Noordjanah pun mengecam keras jika masih ada pelarangan pemakaian jilbab. Itu kuno sekali, padahal di Indonesia pemakaian jilbab yang merupakan ekspresi keyakinan agama dijamin konstitusi. Pelarangan itu melanggar hak asasi manusia.
Tak ada alasan apa pun yang dibenarkan untuk melarang Muslimah menggunakan jilbab di semua institusi. Noordjanah mengaku dapat merasakan polisi wanita yang belum tenang saat ingin mengenakan jilbab. Sebab, sampai sekarang belum ada aturan jelas dari kepolisian.
Senada dengan itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ledia Hanifa Amaliah berpandangan, aturan jilbab di semua institusi tinggal merujuk pada konstitusi yang berlaku. Ia menyebut isu jilbab polisi wanita sebenarnya merupakan hal sederhana.
Para polisi wanita itu, sambungnya, hanya berkeinginan menjalankan keyakinan agama yang dianutnya. Ia mendesak agar persoalan ini diselesaikan dengan cepat. “Tak usah lama-lama nanti polemiknya berkepanjangan”, kata Ledia. (azm/republika/arrahmah.com)