ABUJA (Arrahmah.id) — Kelompok militan Islamic State West Africa Provience (ISWAP) mengklaim membunuh dan melukai puluhan tentara Nigeria dalam serangan di utara negara itu.
Dikutip dari ABC News (22/2/2022), ISWAP mengatakan bahwa serangan dilakukan dengan menggunakan bom rakitan yang diledakan ketika tentara Nigeria sedang berpatroli di berbagai pos perbatasan di Negara Bagian Borno.
Dikatakan ISWAP, anggota mereka menyerang tim patroli militer Nigeria dengan empat bom rakitan lalu diikuti dengan tembakan mortir ke kamp militer di Kota Mallam Faotri, beberapa kilometer dari perbatasan dengan Niger.
ISWAP mengatakan ledakan bom rakitan mereka menewaskan tiga tentara Nigeria di Mallam Fatori. Sementara “semua orang di dalam” truk militer juga tewas atau terluka dalam penyergapan pada konvoi angkatan darat Nigeria di Kota Jiri, pinggir Borno.
Serangan tersebut membunuh dan melukai lebih dari 30 tentara.
Dalam pernyataan yang berbeda ISWAP mengatakan tiga serangan pada Ahad (20/2) dan Senin (21/2) membunuh dan melukai “beberapa” tentara Nigeria. Milisi tersebut mengatakan mereka akan terus mengincar anggota pasukan keamanan dengan serangan mendadak untuk menguasai daerah sepanjang Danau Chad.
ISWAP sebelumnya merupakan bagian dari kelompok Boko Haram yang memberontak pada pemerintah Nigeria lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Namun mereka kemudian memisahkan diri dari Boko Haram karena menilai Boko Haram telah melakukan aksi berlebihan.
Sejak ketua Boko Haram Abubakar Shekau tewas dibunuh ISWAP pada pertengahan 2021, kelompok kelompok yang berafiliasi dengan ISIS ini berusaha mengkonsolidasikan posisi mereka di lembah Danau Chad dan daerah utara Nigeria yang dikuasai Boko Haram.
Pemberontakan mereka meluas ke negara-negara tetangga seperti Niger, Chad dan Kamerun.
Militer Nigeria sendiri mengklaim berhasil memenangkan perang melawan kelompok militan. Tapi pengamat dan warga yang dipaksa pulang ke rumah mereka setelah mengungsi selama bertahun-tahun berpendapat pemberontak masih jauh dari selesai.
“(Situasinya) masih sangat-sangat berbahaya (dan) mengancam, ini operasi yang sangat berbeda dan sangat sulit dicegah,” kata kepala Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB Martin Griffiths bulan lalu. (hanoum/arrahmah.id)