Kita mungkin tahu jumlah korban warga Palestina akibat serangan biadab “Israel” di Gaza, tapi bagaimana dengan nama dan wajah di balik angka-angka tersebut? Koresponden Palestine Chronicle Abdallah Aljamal melaporkan dari Gaza.
Kementerian Kesehatan di Jalur Gaza mengumumkan dalam konferensi pers pada Senin (23/10/2023) bahwa jumlah total korban warga Palestina sejak awal agresi “Israel” di Gaza telah meningkat menjadi 5.087 warga Palestina.
Korban tewas meliputi 2.055 anak-anak, 1.119 perempuan, dan 217 lansia. Selain itu, diperkirakan 15.273 orang terluka.
Menurut kementerian, 70% korban adalah anak-anak dan perempuan. Ada juga 1.500 laporan orang hilang di bawah reruntuhan, termasuk 830 anak-anak.
Sementara itu, sekolah-sekolah UNRWA di seluruh Jalur Gaza saat ini dipenuhi oleh ribuan keluarga Palestina yang berusaha berlindung dari serangan udara “Israel” dengan mencari perlindungan di markas besar lembaga internasional.
Sayangnya, saat ini tidak ada tempat yang aman di Gaza. Sekolah, rumah sakit, masjid dan gereja telah berulang kali menjadi sasaran penembakan intensif “Israel” sejak awal perang.
The Palestine Chronicle berbicara kepada beberapa orang yang selamat dari perang “Israel” yang sedang berlangsung di Gaza tengah.
‘Istriku Tidak Tahu Bahwa Anak Kami Telah Tiada’
Musa Azmi (34) kehilangan ibu, ayah, saudara kandung, dan dua anaknya akibat serangan “Israel” terhadap rumah keluarganya, yang terletak di kamp Nuseirat, di Gaza tengah.
“Saya kehilangan putri saya yang berusia 5 tahun, Nada, dan putra saya yang berusia 2 tahun, Mustafa, dalam serangan “Israel”,” kata Musa kepada The Palestine Chronicle.
“Saya sekarang hanya memiliki putra saya yang berusia 7 tahun, Azmi, yang telah dirawat di Rumah Sakit Syahid Al-Aqsa selama lebih dari sepekan.
“Dia menderita komplikasi parah. Kedua kakinya patah dan dokter harus memasukkan pelat logam.
“Istri saya juga terluka parah dan kakinya diamputasi. Dia menderita luka bakar parah di tubuhnya, dan dia masih di rumah sakit.”
Tragedi Azmi semakin parah. “Istri dan anak saya tidak mengetahui kematian anak-anak kami, karena saya ingin melindungi kesehatan fisik dan psikologis mereka,” ungkap Musa penuh kesedihan.
“Sebenarnya, hatiku sakit, kedua anak yang saya sayangi telah terbaring di bawah tanah selama sepekan sekarang. Mereka dikuburkan bersama di kuburan yang sama dengan kakek mereka.”
‘Saya Ingin Bermain Sepak Bola’: Zuhdi dan Tamer
Zuhdi Abu al-Rus baru berusia 7 tahun. Setiap hari, dia mengirim pesan kepada temannya Tamer al-Taweel, yang terbunuh oleh serangan udara “Israel” di rumahnya.
“Tamer, kamu dimana? Saya ingin bermain sepak bola denganmu dan pergi ke Piala Dunia bersama. Semoga Allah memberkahimu, Tamer,” tulis Zuhdi dalam pesan terbarunya.
Ayah Zuhdi mengatakan kepada The Palestine Chronicle bahwa anak laki-laki tersebut trauma dengan kematian temannya Tamer.
“Zuhdi telah banyak berubah sejak temannya Tamer al-Taweel terbunuh,” katanya kepada kami.
“Zuhdi bangun setiap hari karena suara buldoser dan hanya tidur ketika buldoser berhenti di malam hari. Dia duduk di dekat pintu, seolah sedang menunggu temannya keluar hidup-hidup dari reruntuhan. Dia belum mau terima kenyataan bahwa Tamer telah dibunuh dan dikuburkan.”
‘Menenangkan Ketakutan Putriku’
Setiap kali “Israel” melakukan serangan udara, tangisan dan jeritan anak-anak semakin keras.
Suara yang datang dari kejauhan semakin dekat dan disusul dengan suara misil yang mengenai sasarannya – rumah warga sipil – dan terakhir, dentuman keras ledakan berikutnya.
Semua ini terjadi dalam hitungan detik, yang seakan-akan seumur hidup ada dalam benak anak-anak Palestina.
“Saya menghabiskan sebagian besar waktu untuk menenangkan putri saya,” kata ibu dari Rahab Salah yang berusia 8 tahun kepada The Palestine Chronicle.
“Setiap kali ada serangan udara, dia berlari ke arah saya, gemetar ketakutan. Saya katakan padanya bahwa pengeboman itu terjadi jauh sekali, namun suara kerasnya menimbulkan kepanikan di antara anak-anak kami.
“Saya berharap masyarakat di seluruh dunia dapat berdiri di sisi kami untuk mengakhiri agresi ini dan menyelamatkan nyawa anak-anak kami dari kebrutalan pendudukan (“Israel”) dan serangan brutal mereka.” (zarahamala/arrahmah.id)