KHUZESTAN (Arrahmah.id) — Pria di Provinsi Khuzestan, Iran, bernama Sajjah Heydari diduga memenggal kepala istrinya yang berusia 17 tahun pada pekan lalu.
Melansir Arab News (9/2/2022) menyebut pemenggalan dilakukan Heydari dengan dalih honor killing. Honor killing atau pembunuhan demi martabat merupakan sebuah praktik pembunuhan terhadap seorang anggota keluarga karena pelakunya meyakini korban telah melakukan tindakan yang memalukan.
Sebuah video yang beredar di media sosial menunjukkan Heydari berjalan di kota Ahvaz sembari tersenyum dan menenteng kepala istrinya yang telah dipenggal.
Heydari memegang pisau di satu tangan, dan kepala istrinya di tangannya yang lain.
Pihak berwenang telah mengonfirmasi video itu berisikan Heydar.
Pembunuhan terhadap gadis itu bermula saat ia melarikan diri selama empat bulan ke Turki. Ayah sang gadis kemudian membujuknya agar bersedia kembali ke Iran.
Menurut kantor berita FARS, ibu Heydari mengaku anaknya memang sempat mengancam akan membunuh sang istri, dan bertanggung jawab atas pembunuhan itu.
FARS mengidentifikasi istri Heydari sebagai Ghazal. Sementara itu, IRNA menulisnya sebagai Mona.
Ghazal disebut sempat melarikan diri ke Turki empat bulan sebelum dibujuk ayahnya untuk kembali ke Iran.
Sekembalinya dari Turki, sang gadis di bunuh. Pembunuhan itu diduga dilakukan Heydari dan dibantu saudaranya. Mereka kemudian ditangkap kepolisian Iran,
“Terdakwa pasti akan ditindak tegas,” kata jaksa Iran yang menangani kasus pembunuhan itu, Abbas Hosseini kepada Fars yang dikutip CNN, pada Rabu (9/2).
Namun, CNN belum bisa menghubungi Heydari atau keluarganya. Publik juga belum tahu apakah dia memiliki pengacara atau tidak.
Mereka yang merilis dan membagikan video itu juga terancam ditangkap, lanjut Pouya.
Insiden pembunuhan itu membuat publik mendesak pemerintah Iran agar melakukan tinjauan terhadap UU perkawinan.
Saat menikahi Heydari, gadis itu berusia 12 tahun. Usia minimum menikah di Iran yakni 13 tahun bagi perempuan, sementara bagi laki-laki 15 tahun.
Dalam sebuah wawancara dengan ayah gadis itu, ia telah mengantongi sertifikat resmi untuk mengizinkan anaknya menikah.
CNN belum bisa mengonfirmasi berapa usia Heydari saat melangsungkan pernikahan.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Pusat Hak Asasi Manusia di Iran, Hadi Ghaemi, mengkritik UU yang masih memberlakukan pernikahan anak.
“Pengantin anak yang dipenggal itu mungkin masih hiudp hari ini jika pemerintah Iran memberlakukan undang-undang yang melarang praktik kejam pernikahan anak, dan perlindungan terhadap kekerasan dalam rumah tangga,” kata dia.
Kritik terhadap aturan itu juga muncul dari wakil presiden untuk Urusan Perempuan dan Keluarga Iran, Enseih Khazali. Ia mengatakan perlu peninjauan Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk melindungi perempuan dari kekerasan dalam rumah tangga.
“Pengadilan bertekad menjatuhkan hukuman paling berat pada (pembunuh dan orang yang membantunya) sesuai dengan hukum,” kata Khazali di Twitter.
Selain itu, sudah bertahun-tahun aktivis hak perempuan mengampanyekan RUU yang melindungi perempuan dari kekerasan dan menuntut para pelaku.
Menurut Human Right Watch RUU tersebut memiliki ketentuan yang positif. Beberapa di antaranya pembentukan perintah penahanan dan pembentukan komite untuk menangani kasus kekerasan terhadap perempuan.
Namun, RUU itu juga tak memenuhi standar internasional.
“UU itu tak mengkriminalisasi beberapa bentuk kekerasan berbasis gender, seperti perkosaan dalam pernikahan dan pernikahan anak,” menurut pernyataan HRW.
Insiden itu muncul usai pembunuhan terhadap anak yang berusia 14 tahun oleh ayahnya setelah melarikan diri dari rumah bersama pria berumur 29 tahun. (hanoum/arrahmah.id)