JAKARTA (Arrahmah.com) – Istilah terduga teroris tidak dikenal dalam nomenklatur hukum. Terduga teroris yang selama ini disematkan pada orang yang ditangkap dan dituduh teroris tetapi belum dijadikan tersangka tidak memiliki dasar hukum.
Terkait almarhum Siyono, sangat parah pelanggarannya, seseorang yang dicap terduga teroris ditangkap kemudian dipulangkan tinggal jasad.
Miko dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) mengatakan istilah terduga teroris tidak ada dalam nomenklatur hukum. Nomenklatur hukum mengenal istilah tersangka. Seseorang dinyatakan sebagai tersangka pun setelah melalui proses penyelidikan karena harus memiliki bukti permulaan.
“Seseorang yang dinyatakan sebagai tersangka, dapat dikenai upaya paksa oleh aparat, yaitu penangkapan, penggeledehan, dan lain-lain. Tidak boleh ada upaya paksa sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka,” katanya di Jakarta, Sabtu (2/4/2016), dikutip dari Antara.
Karena itu, Miko menilai penangkapan dan penggeledehan terhadap Siyono, sebagai tindakan dengan pendekatan di luar hukum pidana.
“Apalagi Siyono tidak hanya ditangkap dan digeledah, tetapi juga diduga mengalami penyiksaan. Itu sudah di luar pendekatan hukum pidana dan merupakan tindakan kesewenang-wenangan,” tuturnya.
Dia pun mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja Densus 88 Antiteror. Apalagi, Siyono bukanlah terduga teroris pertama yang harus kehilangan nyawa tanpa melalui proses hukum.Menurut data Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Siyono merupakan orang ke-121 yang tewas sebagai terduga teroris tanpa menjalani proses hukum sejak Densus 88 dibentuk.
Miko pun mempertanyakan pendekatan yang selama ini dilakukan negara terhadap terorisme.”Pendekatan negara dalam menangani terorisme saat ini sedang digugat. Pendekatan itu penting karena akan berkaitan dengan pidana yang diatur oleh hukum,” kata dia.
Dia mengatakan isu terorisme menjadi perhatian global setelah mantan Presiden Amerika Serikat George W Bush menyatakan perang terhadap terorisme. PBB pun telah menyatakan terorisme sebagai tindak pidana.
Begitu pula dengan peraturan perundangan yang ada di Indonesia. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Peraturan Kepala Polri Nomor 23 Tahun 2011 tentang Prosedur Penindakan Tersangka Tindak Pidana Terorisme menyatakan terorisme sebagai tindak pidana.
“Bila benar pendekatan negara dalam menanggulangi terorisme adalah pidana, hal itu tidak terlihat dalam penanganan yang dilakukan oleh Densus 88 Polri,” tuturnya.
(azm/arrahmah.com)