TEL AVIV (Arrahmah.id) – Media “Israel” melaporkan bahwa Tel Aviv mengajukan proposal alternatif untuk gencatan senjata di Jalur Gaza dan pertukaran tawanan, yang berarti mereka tidak menyetujui usulan para mediator. Dalam proposalnya, “Israel” meminta pembebasan 10 tawanan yang ditahan oleh Hamas, bukan 5 seperti yang tercantum dalam proposal Mesir.
Menurut surat kabar “Israel” Yedioth Ahronoth pada Sabtu (29/3), “Israel” berharap dapat mencapai kesepakatan gencatan senjata sebelum perayaan Paskah Yahudi, yang berlangsung antara 12 hingga 20 April mendatang.
Sumber yang dikutip oleh media tersebut menyebutkan bahwa “Israel” bersikeras agar 10 tawanan dibebaskan, menggantikan angka 5 yang ditetapkan dalam usulan Mesir.
Sebelumnya pada Sabtu, Kantor Perdana Menteri “Israel” mengumumkan bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah mengadakan serangkaian konsultasi setelah menerima usulan dari mediator. Kantor tersebut menambahkan bahwa Tel Aviv telah menanggapi usulan itu dengan proposal alternatif yang sepenuhnya dikoordinasikan dengan Washington, tanpa mengungkapkan rincian kedua proposal.
Menurut Israel Broadcasting Corporation, fakta bahwa “Israel” mengajukan proposal alternatif menunjukkan bahwa mereka menolak usulan mediator. Sementara itu, Channel 12 Israel melaporkan bahwa ada kemajuan menurut para mediator, meskipun “Israel” tetap bersikeras pada tuntutan pembebasan 10 tawanan, dan tampaknya telah muncul kompromi.
Dalam beberapa hari terakhir, media internasional dan Arab melaporkan bahwa Mesir dan Qatar mengajukan proposal gencatan senjata yang mencakup tahap kedua dari perjanjian gencatan dalam jangka waktu tertentu.
Kepala Hamas di Gaza, Khalil al-Hayya, mengumumkan pada Sabtu malam bahwa kelompoknya menyetujui proposal baru yang diterima dari Mesir dan Qatar. Ia berharap “Israel” tidak menghalangi implementasi proposal tersebut, meskipun tidak mengungkapkan rinciannya.
Tahap pertama dari perjanjian pertukaran tawanan dan gencatan senjata dimulai pada 19 Januari 2025, dengan mediasi Mesir dan Qatar serta dukungan AS, dan berakhir pada awal Maret.
Laporan media “Israel” menyebut bahwa Hamas telah mematuhi ketentuan perjanjian, tetapi Netanyahu menolak memulai tahap kedua karena tekanan dari kelompok sayap kanan dalam koalisinya.
Perkiraan “Israel” menunjukkan bahwa ada 59 tawanan di Gaza, dengan 24 di antaranya masih hidup. Sementara itu, “Israel” menahan lebih dari 9.500 tahanan Palestina dalam kondisi yang menurut organisasi hak asasi manusia sangat buruk, termasuk penyiksaan, perlakuan kejam, dan kelalaian medis yang menyebabkan beberapa di antaranya meninggal dunia.
“Israel” terus melancarkan perangnya di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023, yang sejauh ini telah menyebabkan lebih dari 164.000 warga Palestina tewas dan terluka, sebagian besar adalah anak-anak dan perempuan, serta lebih dari 14.000 orang hilang, menurut sumber Palestina dan internasional.
(Samirmusa/arrahmah.id)