TEL AVIV (Arrahmah.id) – Militer “Israel” memperkuat pertahanannya setelah serangan udara mematikan terhadap konsulat Iran di Damaskus menuai ancaman pembalasan, kata militer, dengan menambah jumlah tentara dan menyiapkan tentara cadangan untuk mengoperasikan pertahanan udara.
“Kami memperkuat kesiagaan unit-unit tempur, jika diperlukan,” kata juru bicara militer “Israel” Daniel Hagari pada Kamis (4/4/2024), seperti dilaporkan Al Jazeera.
“Kami telah memperkuat sistem pertahanan dan kami memiliki pesawat yang disiapkan untuk pertahanan dan siap untuk menyerang dalam berbagai skenario.”
Militer “Israel” juga mengumumkan bahwa mereka telah menghentikan cuti bagi unit-unit tempur dan memblokir sinyal GPS di beberapa bagian negara itu, yang dimaksudkan untuk mempertahankan diri dari senjata-senjata berpemandu, seperti rudal dan pesawat tak berawak.
“Tentara [Israel] sedang berperang dan masalah pengerahan pasukan terus ditinjau sesuai kebutuhan,” kata pihak militer saat mengumumkan penangguhan cuti tersebut.
Ketegangan telah meradang akibat serangan pada Senin terhadap konsulat Iran di Damaskus yang menewaskan sedikitnya 13 orang, menurut media pemerintah Iran.
Di antara korban tewas terdapat tujuh anggota Garda Revolusi Iran, dua di antaranya adalah jenderal.
“Israel” menolak untuk mengomentari serangan tersebut, yang menandakan eskalasi kampanye “Israel” terhadap proksi regional Iran yang berisiko memicu perang yang lebih luas.
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei berjanji dalam sebuah pesan di media sosial bahwa “dengan pertolongan Allah, kami akan membuat Zionis bertobat atas kejahatan agresi mereka terhadap konsulat Iran di Damaskus”.
Militer “Israel” telah menyerang Suriah selama lebih dari satu dekade, mengambil keuntungan dari kekacauan di negara tersebut setelah perang yang dimulai pada 2011.
Serangan-serangan tersebut telah meningkat sejak 2017 -hampir menjadi kejadian mingguan- untuk menargetkan kehadiran dan pengaruh Iran yang meningkat di Suriah setelah bertahun-tahun dukungan Teheran terhadap pemerintahan Bashar Asad.
Pembunuhan pada Senin menargetkan anggota tertinggi Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) sejak komandan Pasukan Quds Mayor Jenderal Qassem Soleimani dibunuh oleh AS di Irak pada Januari 2020, membuat Teheran berada di bawah tekanan untuk merespons karena berusaha mencegah perluasan perang di Gaza di seluruh wilayah tersebut.
Ketika “Israel” bertempur di Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober, “Israel” juga telah meningkatkan serangan terhadap personel dan sekutu Iran di Suriah dan Lebanon. (haninmazaya/arrahmah.id)