GAZA (Arrahmah.id) – “Israel” berencana untuk menguasai distribusi bantuan di Gaza melalui pembentukan pemerintahan non-Hamas di wilayah Palestina, The Wall Street Journal melaporkan pada Kamis (21/3/2024).
Para pejabat Arab dan “Israel” mengatakan kepada harian AS bahwa “Israel” ingin merekrut para pemimpin dan pengusaha Palestina non-Hamas untuk berkolaborasi dalam proyek tersebut.
“Israel” juga berupaya untuk meningkatkan dukungan terhadap rencana tersebut dengan mengirimkan pejabat tinggi pertahanan untuk melakukan pembicaraan dengan Mesir, UEA, dan Yordania.
The New Arab melaporkan awal bulan ini bahwa “Israel” sedang mencari kolaborasi dengan anggota klan utama di Gaza – sebuah reinkarnasi dari eksperimen Liga Desa yang gagal pada 1980an.
Berdasarkan rencana saat ini, bantuan akan masuk ke Gaza setelah pemeriksaan “Israel”, kemudian dikirim ke gudang-gudang yang dipimpin oleh warga Palestina untuk didistribusikan.
Orang-orang Palestina yang didakwa oleh “Israel” karena memberikan bantuan tersebut nantinya akan mengambil alih kekuasaan atas wilayah tersebut setelah perang selesai, dengan dana dari pemerintah Arab, kata sumber WSJ.
Namun rencana tersebut mendapat tentangan dari kedua belah pihak, dimana Perdana Menteri “Israel” Benjamin Netanyahu telah menyatakan penolakannya untuk mengizinkan Otoritas Palestina, atau warga Palestina yang berafiliasi dengan Fatah, untuk mengambil kendali atas Gaza.
Hamas juga dengan tegas menolak rencana tersebut, dan memperingatkan warga Palestina pada awal bulan ini agar tidak berkolaborasi dengan “Israel”.
“Menerima komunikasi dengan pasukan pendudukan yang dilakukan oleh kepala keluarga dan suku untuk bekerja di Jalur Gaza dianggap sebagai pengkhianatan nasional, yang tidak akan kami izinkan,” kata seorang pejabat keamanan Hamas dalam pernyataannya pada 10 Maret.
Peringatan tersebut tampaknya berdampak, dimana keluarga-keluarga penting yang dulunya dianggap tertarik dengan rencana “Israel” kini telah menarik dukungan mereka, menurut WSJ.
“Israel” menggunakan kelaparan sebagai senjata perang di Gaza. Mereka juga secara sistematis memblokir bantuan kemanusiaan ke Gaza meskipun ada perintah dari pengadilan tinggi PBB untuk memastikan bantuan masuk ke wilayah Palestina.
Pada saat yang sama, pengunjuk rasa “Israel” telah memblokir penyeberangan perbatasan dengan Gaza untuk mencegah pasokan penting seperti makanan, bahan bakar, air, dan obat-obatan mencapai warga Palestina.
Di Gaza, pasukan “Israel” melepaskan tembakan ke arah warga Palestina yang kelaparan yang mengantri untuk mendapatkan bantuan. Dalam satu insiden di akhir Februari yang kini dijuluki ‘Pembantaian Tepung’, pasukan “Israel” membantai lebih dari 118 warga Palestina yang menunggu bantuan dan melukai 760 lainnya.
Dalam beberapa hari terakhir, “Israel” telah menargetkan pejabat keamanan Palestina yang terlibat dalam pengamanan pengiriman bantuan ke Gaza.
Pada Senin (18/3), pasukan “Israel” membunuh kepala polisi Gaza Brigadir Jenderal Fayeq al-Mabhouh dalam penggerebekan di Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza.
Pernyataan dari kantor media pemerintah Gaza mengatakan al-Mabhouh mengawasi masuknya bantuan dan berkoordinasi dengan suku-suku Palestina dan badan pengungsi Palestina PBB (UNRWA) di Gaza utara.
Pembunuhan Mabhouh dan tokoh lainnya telah menimbulkan tuduhan bahwa “Israel” berupaya membuat Gaza semakin tidak patuh hukum dan mengganggu pengiriman bantuan.
“Kejahatan ini menunjukkan bahwa Israel berusaha menyebarkan kekacauan di Gaza dan mencegah datangnya bantuan kemanusiaan kepada ratusan ribu orang yang kelaparan di Gaza utara,” kata pernyataan kantor media tersebut. (zarahamala/arrahmah.id)