YERUSALEM (Arrahmah.com) – Wartawan Al Jazeera Givara Budeiri ditangkap oleh polisi “Israel” saat meliput demonstrasi di lingkungan Sheikh Jarrah di Yerusalem Timur yang diduduki (5/6/2021).
Polisi “Israel” pun menghancurkan peralatan milik juru kamera Al Jazeera Nabil Mazzawi.
“Mereka datang dari mana-mana, saya tidak tahu mengapa, mereka menendang saya ke dinding,” kata Budeiri kepada Al Jazeera, beberapa saat setelah pembebasannya pada Sabtu malam.
“Mereka menendang saya di dalam mobil dengan cara yang sangat buruk … mereka menendang saya dari mana-mana,” katanya, dikutip dari Al Jazeera (5/6).
Budeiri kala itu sedang meliput aksi duduk peringatan 54 tahun al Naksa, sebuah istilah yang digunakan orang Palestina untuk menggambarkan pendudukan “Israel” atas Yerusalem Timur, Tepi Barat, dan Jalur Gaza pada tahun 1967.
Budeiri telah bekerja sebagai jurnalis untuk Al Jazeera sejak tahun 2000. Dia mengenakan jaket antipeluru bertanda “pers” ketika dia ditangkap dan memegang kartu Kantor Pers Pemerintah “Israel” (GPO).
Tetapi dia mengatakan dia “diperlakukan sebagai penjahat” ketika dia dibawa ke kantor polisi dan dilarang melepas jaket antipelurunya yang berat atau menutup matanya.
Dia mengatakan polisi menuduhnya menendang seorang tentara wanita – tuduhan yang dengan keras dia bantah.
Budeiri mengatakan dia dibebaskan dengan syarat dia tidak pergi ke Sheikh Jarrah selama 15 hari.
Dr Mostefa Souag, penjabat direktur jenderal Jaringan Media Al Jazeera, mengutuk keras penangkapan itu.
“Peyerangan sistematis terhadap jurnalis kami merupakan pelanggaran total terhadap semua konvensi internasional. Tindakan kekerasan hari ini oleh pasukan pendudukan “Israel” terhadap Givara Budeiri dan Nabil Mazzawi sama sekali mengabaikan hak asasi manusia jurnalis,” katanya dalam sebuah pernyataan.
“Pembungkaman wartawan dengan meneror mereka telah menjadi kegiatan rutin bagi otoritas Israel seperti yang disaksikan dalam beberapa pekan terakhir di Gaza dan Yerusalem yang diduduki,” tambah Souag.
Sebelumnya, Hoda Abdel Hamid dari Al Jazeera, mengatakan Budeiri telah ditangkap tanpa alasan yang jelas dan bahwa dia telah mencoba untuk mengambil dan menunjukkan kartu pers yang dikeluarkan “Israel” menyusul permintaan polisi.
“Dia didorong dan saat juru kamera mencoba merekamnnya, kameranya dihancurkan,” kata Abdel Hamid.
“Kami berbicara dengan beberapa saksi dan mereka semua mengatakan tidak ada alasan untuk ketegangan semacam itu dan tidak jelas mengapa mereka memutuskan untuk secara khusus mengejar Givara sementara ada jurnalis lain yang melakukan persis seperti yang dia lakukan,” katanya.
Barbara Trionfi, dari International Press Institute, mengungkapkan keterkejutannya atas penangkapan tersebut.
“Ini benar-benar mengerikan,” katanya kepada Al Jazeera.
“Kami telah melihat banyak serangan yang ditargetkan terhadap jurnalis oleh pasukan Israel selama beberapa minggu dan bulan terakhir dan ini, sayangnya, bukan kasus yang terisolasi,” tambah Trionfi.
“Perilaku seperti ini oleh pasukan Israel sama sekali tidak dapat diterima.”
Sabrina Bennoui, juru bicara Reporters Without Borders (RSF), mengatakan kepada Al Jazeera bahwa penangkapan itu mengejutkan dan tidak dapat diterima.
“Ini jelas merupakan pelanggaran kebebasan pers, karena jurnalis ini dapat dikenali dengan jelas karena dia mengenakan rompi pers,” katanya.
Setidaknya 14 jurnalis Palestina telah ditahan dan ditempatkan dalam penahanan administratif oleh pasukan Israel dalam beberapa pekan terakhir, menurut Reporters Without Borders.
Dua jurnalis Palestina – Zeina Halawani dan Wahbe Mikkieh – diserang dan ditahan oleh pasukan “Israel” di Sheikh Jarrah pekan lalu.
Pasangan itu ditahan selama lima hari sebelum mereka dibebaskan dengan jaminan, dan kemudian ditempatkan di bawah tahanan rumah selama satu bulan.
Beberapa jurnalis Palestina dengan kartu media telah dilarang memasuki Sheikh Jarrah oleh polisi “Israel”, yang mengklaim bahwa mereka memerlukan kartu GPO.
“Israel” berada di peringkat 86 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia RSF untuk tahun 2021.
“Pasukan Pertahanan ‘Israel’ sering melanggar hak jurnalis Palestina, terutama ketika mereka meliput demonstrasi … di Tepi Barat atau Jalur Gaza,” kata RSF.
Dalam sebuah laporan (PDF) yang diterbitkan tahun lalu, Pusat Hak Asasi Manusia Palestina mendokumentasikan 98 serangan oleh pasukan “Israel” terhadap wartawan di wilayah Palestina yang diduduki.
Sedikitnya 40 orang terluka akibat luka tembak, termasuk dua orang yang “kehilangan penglihatan di salah satu mata mereka,” tulis laporan itu. (hanoum/arrahmah.com)