GAZA (Arrahmah.id) – Negosiasi mengenai gencatan senjata Gaza antara Hamas dan ‘Israel’ telah menemui jalan buntu, dengan para mediator melaporkan ketidaksepakatan substansial atas persyaratan utama.
Sumber-sumber Mesir mengatakan negosiasi tersebut berada di “ambang kehancuran” karena “ketidakfleksibelan Israel”, demikian pernyataan sejumlah laporan.
Kesepakatan itu akan memfasilitasi pembebasan hingga 30 tawanan yang ditahan Hamas dengan imbalan tahanan Palestina dan peningkatan akses kemanusiaan ke Jalur Gaza yang terkepung.
Akan tetapi, menurut Wall Street Journal, pembicaraan gagal mengenai hal-hal spesifik.
Sumber-sumber mengindikasikan ‘Israel’ menuntut jaminan bahwa hanya tawanan hidup yang akan dibebaskan dan menentang pembebasan tahanan Palestina tertentu yang dicari oleh Hamas.
Sementara itu, Hamas mendesak gencatan senjata untuk dijadikan langkah menuju penghentian perang sepenuhnya, sebuah tuntutan yang ditolak mentah-mentah oleh ‘Israel’.
Menurut laporan di media ‘Israel’, pejabat ‘Israel’ mengatakan Tel Aviv menginginkan kesepakatan yang tidak mencakup penghentian perang dan penarikan penuh dari Gaza.
Meskipun menemui jalan buntu, Hamas membantah bahwa perundingan telah gagal sepenuhnya tetapi memperingatkan bahwa kesepakatan tampaknya semakin tidak mungkin tercapai sebelum berakhirnya pemerintahan Biden.
Kelompok tersebut dilaporkan mengusulkan gencatan senjata selama sepekan di mana mereka akan memberikan daftar tawanan ‘Israel’ yang ditahan di Gaza, menurut laporan media ‘Israel’.
Menurut Otoritas Penyiaran ‘Israel’, daftar ini akan disampaikan pada hari keempat gencatan senjata, sehingga ‘Israel’ dapat memutuskan apakah akan memperpanjang atau memulai kembali permusuhan.
Hamas, yang menahan sekitar 100 tawanan ‘Israel’, bersikeras bahwa menyusun daftar lengkap tidak mungkin dilakukan sementara perang masih berkecamuk. Sementara itu, ‘Israel’ terus menahan lebih dari 10.300 warga Palestina yang hidup dalam kondisi menyedihkan di dalam sel.
Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu, yang menghadapi surat perintah penangkapan atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, telah dituduh secara sengaja menunda kesepakatan untuk mempertahankan pemerintahannya.
Situasi kemanusiaan di Gaza masih sangat buruk, dengan lebih dari dua juta penduduk mengungsi di tengah kekurangan makanan, air, dan pasokan medis yang parah.
Kini telah memasuki tahun ke-18, blokade ‘Israel’ telah membuat Gaza berubah menjadi apa yang banyak orang gambarkan sebagai penjara terbuka.
Di tengah krisis yang makin memburuk, tekanan internasional terhadap ‘Israel’ makin meningkat. Bulan lalu, Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, dengan alasan kejahatan perang di Gaza. Pengadilan Internasional juga sedang meninjau tuduhan genosida terhadap ‘Israel’.
Presiden terpilih AS Donald Trump telah memperingatkan Hamas untuk membebaskan semua sandera sebelum pelantikannya pada 20 Januari, dan berjanji akan memberikan konsekuensi berat jika tuntutan ini tidak dipenuhi. (zarahamala/arrahmah.id)