TEL AVIV (Arrahmah.com) – Martin Schulz, presiden Parlemen Eropa, baru-baru ini memicu kemarahan di Knesset (parlemen) “Israel” ketika ia mempertanyakan “Israel” apakah mereka mau atau tidak menyetujui penjanjian dalam pendistribusian air dengan pihak Palestina.
Komentar Schulz membuat marah Menteri Ekonomi sayap kanan Naftali Bennett dari Partai Habayit Hayehudi sehingga mereka bergegas keluar dari pertemuan tersebut. Menteri Kehakiman “Israel” Tzipi Livni juga mengatakan bahwa Schulz dengan sengaja menjebak dengan pertanyaan tersebut. Livni mengatakan bahwa Israel ‘memberikan’ lebih banyak air untuk Palestina lebih dari yang telah disepakati, lansir WordBulletin, Senin (17/2/2014).
Pilihan kata-kata Livni dengan mengatakan bahwa Israel ‘memberikan’ air untuk Palestina terkesan ingin menunjukkan bahwa “Israel” memiliki hak atas semua air di wilayah tersebut. Livni mungkin seharusnya bukan mengatakan ‘memberi’, barangkali kata yang tepat adalah ‘menjual ‘, yaitu “Israel” menjual air kepada warga Palestina yang merupakan pemilik sah atas air tersebut sejak awal.
Pada kenyataannya, Palestina seharusnya tidak perlu membeli air dari “Israel” jika bukan karena fakta bahwa “Israel” menduduki Tepi Barat, dan penjajah “Israel” kemudian mengendalikan cadangan air Palestina di wilayah tersebut.
Sementara “Israel” mengalokasikan 483 juta meter kubik produksi air setiap tahun, sedangkan Palestina hanya diberi 118 juta meter kubik, empat kali lebih kurang dari “Israel”. Namun, pada kenyataanya “Israel” dikenal sering menghasilkan lebih banyak air daripada yang dialokasikan untuk mereka dan Palestina memproduksi jauh lebih sedikit, meskipun mereka benar-benar membutuhkan setidaknya 80 juta meter kubik air lebih dari yang dialokasikan kepada mereka. Sementara itu, “Israel” menjual 60 juta meter kubik air ke Palestina setiap tahunnya, lebih dari 27,9 juta meter kubik air yang diizinkan untuk dijual sesuai dengan kesepakatan.
Alasan mengapa orang Palestina mendapat jumlah yang sedikit dari jumlah yang dialokasikan adalah karena mereka dilarang untuk mengebor air dari akuifer (lapisan bawah tanah yang mengandung air ) di gunung sebelah barat, yang merupakan sumber air yang vital. Sedangkan air warga Palestina di Tepi Barat yang diizinkan untuk dipompa, banyak yang terbuang, karena “Israel” hanya mengizinkan mereka untuk menggunakan pipa yang sangat sempit untuk melakukan proses pemompaan. Ditambah lagi dengan waktu diperlukan untuk menyetujui pengeboran dan penundaan perbaikan, menyebabkan air terbuang hingga 30%.
Adapun 113.000 warga Palestina yang tinggal di Area C di Tepi Barat, mereka benar-benar terputus dari jaringan air dan bahkan mereka tidak dapat mengumpulkan air hujan di waduk, menyebabkan mereka tidak punya pilihan lain selain membeli air dari penjajah “Israel”.
Selain itu, Palestina di Gaza terpaksa bergantung pada akuifer di wilayah mereka, yang berjuang untuk mengatasi permintaan air di jalur gaza yang sangat over-populasi. Namun, penjajah “Israel” menegaskan bahwa Jalur Gaza adalah mandiri dan tidak memungkinkan infrastruktur airnya digabung. Oleh karena itu, proses pemompaan yang berlebihan di Gaza menyebabkan air minum menjadi tercampur dengan air laut dan air limbah, mengakibatkan 90% dari air tersebut tidak bisa diminum.
“Israel” telah memanipulasi pasokan air warga Palestina dalam rangka untuk memaksa mereka menjadi tergantung terhadap air “Israel”. (ameera/arrahmah.com)