GAZA (Arrahmah.id) – “Israel” telah mencegah masuknya selimut, pakaian dan sepatu ke Jalur Gaza selama lebih dari satu tahun, demikian laporan Pemantau Hak Asasi Manusia Euro-Mediterania. Hal ini termasuk pasokan penting bagi anak-anak, karena wilayah tersebut menghadapi kondisi musim dingin yang keras dan situasi kemanusiaan yang sangat buruk.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan kemarin, organisasi tersebut menekankan bahwa tidak ada pembenaran hukum di bawah hukum internasional untuk memblokir masuknya barang-barang dasar seperti itu bagi warga sipil. Organisasi tersebut menuduh “Israel” memberlakukan pembatasan ini sebagai bagian dari upaya untuk menciptakan kondisi kehidupan yang keras bagi warga Palestina, yang mengarah pada pemusnahan mereka secara bertahap, “sebagai bagian dari kejahatan genosida komprehensif yang dilakukannya di Jalur Gaza.”
Pernyataan tersebut mencatat bahwa jumlah total truk yang diizinkan masuk ke Gaza selama periode ini tidak melebihi enam persen dari kebutuhan harian penduduk. Sebagian besar pengiriman ini terdiri dari pasokan makanan, sementara proporsi pakaian dan alas kaki telah dibatasi hanya 0,001 persen. Hal ini telah menyebabkan krisis yang parah, terutama karena “Israel” telah menghancurkan setidaknya 70 persen rumah-rumah di Gaza, serta sebagian besar gerai komersial dan pasar, termasuk toko pakaian, sebagai akibat dari terbatasnya kemampuan pedagang Palestina untuk mengoordinasikan masuknya barang dengan pihak berwenang “Israel”, lansir MEMO (27/11/2024).
Ia menambahkan bahwa hampir dua juta warga Palestina, dari 2,3 juta penduduk Gaza, telah dipindahkan secara paksa dari rumah mereka. Sebagian besar kini tinggal di tenda-tenda, sekolah-sekolah, atau sisa-sisa rumah yang hancur, setelah berulang kali mengungsi. Banyak yang terpaksa meninggalkan harta benda mereka, melarikan diri dengan hanya membawa pakaian yang mereka kenakan. (haninmazaya/arrahmah.id)