GAZA (Arrahmah.com) – Lebih dari 40 warga sipil Palestina yang syahid pada Sabtu malam (19/7/2014), dan lebih dari 400 luka-luka, di lingkungan Al–Sheja’ia di timur Kota Gaza. Angka-angka tersebut dirilis oleh Dr Nasser Al–Tatar, Direktur Rumah Sakit Al Shifa, sebagaimana dilansir oleh Middle East Monitor (MEMO), Ahad (20/7/2014).
Para analis membandingkan pembantaian yang terjadi pada Sabtu malam dengan tragedi pembantaian Sabra dan Shatila tahun 1982, dan tragedi serangan mortir mematikan “Israel” di desa Qana pada tahun 1996 dan 2006.
Petugas pemadam kebakaran dan paramedis dilarang oleh zionis ‘Israel” untuk sampai ke lokasi pembantaian. Ribuan warga sipil meninggalkan rumah mereka, meskipun mereka tidak tahu harus kemana. Banyak di antara mereka yang mencari perlindungan di lapangan Al–Shifa, rumah sakit utama di Gaza.
Saat fajar menyingsing, paramedis dan wartawan menuju ke lokasi kejadian, tapi mereka malah menjadi sasaran penembakan brutal “Israel”. Wartawan Khalid Hamad dan seorang paramedis meninggal.
“Kata-kata yang terkait dengan kehancuran, kejahatan perang dan genosida tidak sepadan dengan gambaran nyata dari apa yang terjadi semalam di Gaza,” kata Wakil Menteri Kesehatan Yousif Abul–Rish.
Seorang juru bicara UNRWA di Gaza, Adnan Abu–Hasnah, mengatakan bahwa UNRWA telah menerima lebih dari 29.000 warga sipil di sekolah itu yang menggunakan sebagai tempat itu penampungan sementara. “Kami kehabisan sumber daya,” katanya.
Gaza sekarang hanya memiliki kurang dari 10 persen dari pasokan listrik dan air yang tersedia. Pada saat laporan ini dirilis, Ahad (20/7), senjata artileri berat “Israel” membombardir bagian timur Kota Gaza. Koresponden dari Middle East Monitor (MEMO) di lokasi kejadian mengatakan bahwa banyak warga sipil di jalan-jalan yang berlarian ke sana kemari tanpa tujuan yang jelas, berusaha mencari tempat yang aman.
Malam itu, tidak ada warga Gaza yang bisa tidur. Kengerian menyelimuti mereka seiring dentuman kematian dari bom-bom “Israel” yang mengguncang rumah-rumah, membuat jantung seakan berhenti berdetak. Bom-bom itu berdentum lebih dari 40 kali setiap menit dalam setiap jam. Asap dari bom-bom itu membumbung tinggi di timur dan tengah Kota Gaza, membawa jiwa-jiwa syahid warga Palestina.
(ameera/arrahmah.com)