TEL AVIV (Arrahmah.id) – RUU “Israel” yang akan melegalkan hukuman mati terhadap mereka yang dituduh melakukan pelanggaran terorisme melewati sidang pendahuluan di Knesset pada Rabu (1/3/2023).
RUU itu disetujui oleh 55 suara berbanding 9, dengan mayoritas anggota parlemen oposisi yang dipimpin oleh mantan Perdana Menteri Yair Lapid absen dari pemungutan suara sebagai protes.
Menurut undang-undang tersebut, seseorang yang menyebabkan kematian seorang warga negara “Israel” ketika tindakan tersebut dilakukan dengan motif rasis dengan tujuan merugikan Negara “Israel” dan kelahiran kembali orang-orang Yahudi di tanah airnya, harus menghadapi hukuman mati.
Adalah, pusat hak asasi manusia dan hukum bagi warga Palestina “Israel”, mengecam RUU yang secara eksklusif menargetkan warga Palestina itu.
“Meloloskan undang-undang yang dirancang untuk membawa bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang paling ekstrem – hukuman mati, yang diarahkan secara eksklusif pada warga Palestina, sekali lagi menunjukkan bagaimana anggota Knesset, baik dari oposisi maupun koalisi, bekerja untuk membangun dua sistem hukum yang terpisah berdasarkan ras,” kata Adalah dalam sebuah pernyataan pada Rabu (1/3).
Ia menambahkan bahwa RUU itu tidak bermoral dan bertentangan dengan hukum dasar “Israel”.
Hadash-Ta’al, sebuah faksi Palestina di parlemen “Israel”, menggambarkan undang-undang yang diusulkan itu sebagai bagian dari kemerosotan “Israel” ke dalam fasisme total.
“Hari ini adalah orang Palestina, besok adalah para pengunjuk rasa di jalanan. Ben-Gvir akan mudah untuk menentukan siapa yang teroris.”
Pada Ahad (26/2), Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa undang-undang tersebut pada awalnya telah disetujui oleh komite menteri pemerintah untuk undang-undang dan maju ke tahap pembacaan pendahuluan.
Pengumuman itu datang pada hari yang sama ketika satu warga Palestina tewas dan hampir 400 lainnya terluka dalam serangan pemukim di Hawara Tepi Barat yang diduduki dan kota serta desa terdekat lainnya.
Ratusan pemukim “Israel”, didampingi tentara menyerang daerah Palestina di dekat Nablus menyusul penembakan yang menewaskan dua warga “Israel” di Hawara pada hari sebelumnya.
“Hari ini sulit ketika dua warga “Israel” terbunuh dalam serangan teroris Palestina, maka tidak ada yang lebih simbolis daripada mengesahkan undang-undang hukuman mati untuk teroris,” kata Netanyahu pada Ahad (26/2).
Undang-undang, yang diajukan oleh anggota parlemen Limor Son Har-Melech dari partai Kekuatan Yahudi, diajukan meskipun jaksa agung Gali Baharav-Miara menyatakan bahwa ada “hambatan hukum” untuk memberikan suara pada undang-undang tersebut.
Dia menentang undang-undang tersebut dengan alasan bahwa itu bertentangan dengan deklarasi “Israel” tentang penggunaan hukuman mati di forum internasional, menurut kantor berita Ynet.
“Israel” hanya menggunakan hukuman mati dua kali dalam 75 tahun, salah satunya adalah mengeksekusi dalang Nazi Adolf Eichmann pada 1962. (zarahamala/arrahmah.id)