YERUSALEM (Arrahmah.com) – Ratusan jamaah Muslim asal Palestina dilarang masuk ke kawasan Kota Tua Jerusalem untuk mengikuti ibadah sholat Jumat pada Jumat (9/4/2021) di masjid Al Aqsa.
Pihak kepolisian Israel mengatakan tindakan tersebut dilakukan karena jamaah asal Palestina tersebut tidak memiliki izin untuk beribadah di masjid Al Aqsa.
“Kami telah mencegah sebanyak 300 warga Palestina yang tinggal di Tepi Barat memasuki masjid Al Aqsa untuk salat Jumat,” klaim pernyataan kepolisian “Israel”, dikutip dari Yeni Safak (10/4).
“Mereka dilarang masuk dengan alasan yang jelas karena tidak memiliki izin,” sambungnya.
Pihak kepolisian “Israel” kemudian mengirim warga Palestina kembali ke Tepi Barat dengan menggunakan bus.
Polisi “Israel” diketahui selalu rutin melakukan pemeriksaan identitas terhadap warga Palestina di gerbang Kota Tua Jerusalem sebelum salat Jumat dimulai.
Warga Palestina yang tinggal di Tepi Barat yang diduduki dan Jalur Gaza yang diblokade harus mendapat izin dari otoritas “Israel” untuk memasuki Jerusalem.
Namun kebijakan tersebut telah ditentang oleh dunia internasional dikarenakan membatasi kegiatan ibadah umat Muslim Palestina.
Sebelumnya, pada 2017 “Israel” membatasi jamaah yang masuk ke masjid Al Aqsa dengan melarang usia di bawah 50 tahun untuk melaksanakan sholat Jumat.
Hal tersebut dilakukan untuk menjaga keamanan dan ketertiban di Kota Tua Yerusalem menyusul serangkaian bentrokan yang terjadi.
Pembatasan kembali dilakukan pada 2020 lalu untuk mencegah penyebaran dan penularan virus Covid-19.
Selain Masjid Al Aqsa, pihak kepolisian “Israel” juga membatasi kegiatan ibadah bagi agama Kristen dan Yahudi di tempat ibadah yang berada di kawasan Kota Tua Yerusalem.
Akan tetapi, pembatasan tersebut mendapat penolakan dari sekelompok umat Yahudi Ortodoks hingga menimbulkan kerusuhan di kawasan tersebut.
“Israel” sendiri telah menduduki Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, sejak perang Timur Tengah 1967.
Hukum internasional memandang wilayah Tepi Barat dan Yerusalem Timur sebagai wilayah pendudukan “Israel”.
Konflik antara “Israel” dan Palestina semakin rumit semenjak Amerika Serikat pada era kepemimpinan Presiden Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota “Israel”.
Padahal, Palestina sendiri telah menetapkan bahwa Yerusalem, khususnya Yerusalem Timur merupakan ibu kota mereka di masa mendatang.
Selain itu, proses normalisasi hubungan diplomatik yang dicapai “Israel” bersama empat negara Arab yang terdiri dari Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Sudan, dan Maroko semakin membuat sulit keinginan Palestina untuk merdeka. (hanoum/arrahmah.com)