GAZA (Arrahmah.id) – Tentara ‘Israel’ pada Ahad (14/7/2024) melakukan pembantaian baru terhadap para pengungsi di sekolah UNRWA di kamp pengungsi Nuseirat, di Jalur Gaza tengah.
Al-Jazeera melaporkan bahwa serangan ‘Israel’ menargetkan sekolah Abu Oreiban di kamp Nuseirat, yang mengakibatkan tewasnya 13 warga Palestina.
Sumber-sumber medis memberi tahu Al-Jazeera bahwa pengeboman itu juga melukai sedikitnya 70 orang, dan Al-Aqsa TV mengutip pernyataan direktur Rumah Sakit Al Awda bahwa lebih dari 70 persen yang terluka adalah wanita dan anak-anak.
Pembantaian ini menyusul dua insiden mengerikan di kamp pengungsi Khan Yunis dan Al-Shati di sebelah barat Kota Gaza pada hari sebelumnya, yang menyebabkan ratusan korban syahid.
Jumlah korban syahid akibat pembantaian di mushola Kamp Al-Shati di sebelah barat Kota Gaza telah meningkat menjadi 22 orang, dan puluhan lainnya terluka.
PALESTINIAN MEDIA: 13 people were killed and 70 others were injured when the Israeli occupation army bombed a school affiliated with the United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees (UNRWA) that was sheltering displaced people in the Nuseirat camp in the central… pic.twitter.com/M6R2fEtp5k
— The Palestine Chronicle (@PalestineChron) July 14, 2024
Pembantaian Al-Mawasi di Khan Yunis telah mengakibatkan 90 kematian, setengahnya adalah wanita dan anak-anak, dan sekitar 300 orang terluka.
Dalam wawancara dengan Al-Jazeera, Adnan Abu Hasna, penasihat media UNRWA, mengatakan pada Ahad (14/7) bahwa badan tersebut terus-menerus memberikan koordinat sekolahnya kepada tentara ‘Israel’.
Ia mencatat bahwa pengeboman itu mengirimkan pesan yang jelas bahwa tidak ada tempat yang aman di Gaza dan menggambarkan situasi tersebut sebagai sangat berbahaya, dengan 1,8 juta warga Palestina didorong ke ruang yang sangat sempit.
Sementara itu, Scott Anderson, Wakil Koordinator Kemanusiaan dan Direktur Urusan UNRWA di Gaza, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa ia “menyaksikan beberapa pemandangan paling mengerikan yang pernah saya lihat dalam sembilan bulan saya di Gaza” saat mengunjungi Nuseirat pada Ahad (14/7).
“Karena tidak cukup tempat tidur, peralatan kebersihan, seprai, atau pakaian operasi, banyak pasien dirawat di lantai tanpa disinfektan. Sistem ventilasi dimatikan karena kekurangan listrik dan bahan bakar, dan udara dipenuhi bau darah,” imbuhnya.
“Saya melihat balita yang diamputasi kedua kakinya, anak-anak yang lumpuh dan tidak dapat menerima perawatan, dan yang lainnya yang terpisah dari orang tua mereka. Saya juga melihat ibu-ibu dan ayah-ayah yang tidak yakin apakah anak-anak mereka masih hidup,” pungkasnya, seraya menambahkan bahwa daerah itu telah diberi label sebagai zona kemanusiaan oleh tentara ‘Israel’.
Anderson menyerukan pencabutan pembatasan masuknya bantuan kemanusiaan bagi warga sipil Gaza, dengan menyatakan bahwa “warga sipil harus dilindungi setiap saat.” (zarahamala/arrahmah.id)