GAZA (Quds News Network) – Dua warga Palestina tewas pada Ahad pagi (9/3/2025) dalam serangan ‘Israel’ di lingkungan Shujaiyya di sebelah timur Kota Gaza, menandai pelanggaran lain terhadap perjanjian gencatan senjata.
Sumber-sumber lokal mengonfirmasi bahwa dua orang tewas dan beberapa lainnya cedera akibat penembakan artileri ‘Israel’ di lingkungan Shujaiyya. Mereka mencoba menaksir kerusakan yang terjadi di rumah-rumah mereka. Militer ‘Israel’ mengklaim pengeboman itu menargetkan beberapa orang yang meletakkan bahan peledak di dekat tentara ‘Israel’ di Gaza utara.
Lebih dari 116 warga Palestina tewas dan lebih dari 490 lainnya terluka dalam serangan langsung ‘Israel’ di Gaza sejak gencatan senjata berlaku pada 19 Januari, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.
Jumlah korban tewas akibat genosida ‘Israel’ di Gaza telah mencapai 48.458, dengan 111.897 orang terluka, demikian laporan Kementerian Kesehatan, seraya menambahkan banyak jenazah masih terperangkap di bawah reruntuhan dan di jalan-jalan, di mana tim penyelamat tidak dapat menjangkau mereka karena pembatasan yang masih berlaku di ‘Israel’.
Pelanggaran ‘Israel’
Sejak tahap pertama berakhir pada 1 Maret, ‘Israel’ telah memberlakukan blokade terhadap Gaza, mencegah makanan, air, bahan bakar, dan obat-obatan memasuki wilayah kantong tersebut.
Keputusan ‘Israel’ muncul setelah Hamas menolak menerima perpanjangan kesepakatan gencatan senjata tahap pertama, dengan menyatakan pihaknya hanya akan membebaskan tawanan secara bertahap, sesuai perjanjian gencatan senjata, yang mana ‘Israel’ kini menolak untuk melanjutkannya.
‘Israel’ mengatakan bahwa mereka telah menerima proposal menit terakhir yang diajukan oleh utusan khusus presiden AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, untuk gencatan senjata sementara selama Ramadan dan Paskah.
Menurut ‘Israel’, proposal itu juga menguraikan pembebasan semua tawanan yang masih berada di Gaza dalam dua tahap, dengan tahap kedua bergantung pada negosiasi gencatan senjata permanen.
Hamas mengatakan pihaknya hanya akan menerima langkah ke tahap kedua, yang seharusnya menjamin berakhirnya serangan secara definitif, penarikan pasukan ‘Israel’ dari Gaza, dan pembebasan tawanan yang tersisa.
Hamas juga mengecam keputusan ‘Israel’ untuk memblokir masuknya bantuan dan mengadopsi usulan AS. Dalam sebuah pernyataan, gerakan tersebut mengatakan bahwa ini “merupakan upaya terang-terangan untuk mengingkari perjanjian dan menghindari negosiasi untuk tahap kedua.”
“Keputusan Netanyahu untuk memblokir masuknya semua bantuan kemanusiaan ke Gaza adalah pemerasan murahan dan kejahatan perang yang merupakan pelanggaran berat terhadap kesepakatan gencatan senjata. Para mediator dan masyarakat internasional harus bertindak untuk menekan pendudukan dan mengakhiri tindakan hukuman dan tidak bermoral terhadap lebih dari dua juta orang di Jalur Gaza.”
Hamas menyatakan bahwa ‘Israel’ terus melanggar gencatan senjata, yang mengakibatkan tewasnya lebih dari 100 orang di Gaza dan terganggunya protokol kemanusiaan. Ini termasuk menghalangi masuknya tempat berlindung dan bantuan kemanusiaan, yang semakin memperparah bencana kemanusiaan di Gaza.
Menurut Kantor Media Pemerintah Gaza, ‘Israel’ telah melakukan sekitar 962 pelanggaran perjanjian gencatan senjata.
Menjadikan Kelaparan Sebagai Senjata
Blokade bantuan ‘Israel’ telah menuai kecaman luas dan tuduhan menggunakan kelaparan sebagai senjata perang.
Beberapa negara arab, termasuk mediator gencatan senjata, dan organisasi kemanusiaan internasional mengecam langkah tersebut, menyatakan penolakan penggunaan makanan sebagai senjata perang dan membuat warga sipil kelaparan.
Lebih dari 30 pakar hak asasi manusia PBB mengatakan pada Kamis (6/3) bahwa ‘Israel’ telah melanjutkan ‘kelaparan sebagai senjata” di Gaza.
Tindakan tersebut “jelas melanggar hukum internasional dan prospek perdamaian”, kata para ahli independen PBB dalam sebuah pernyataan pada Kamis (6/3).
“Kami khawatir dengan keputusan ‘Israel’ untuk sekali lagi menangguhkan semua barang dan pasokan, termasuk bantuan kemanusiaan yang menyelamatkan nyawa, yang memasuki Jalur Gaza,” imbuh mereka.
“Sebagai negara pendudukan, ‘Israel’ selalu berkewajiban untuk memastikan kecukupan makanan, pasokan medis, dan layanan bantuan lainnya. Dengan sengaja memotong pasokan vital, termasuk yang berkaitan dengan kesehatan seksual dan reproduksi, dan alat bantu bagi penyandang disabilitas, ‘Israel’ sekali lagi menjadikan bantuan sebagai senjata.”
Pernyataan itu menambahkan bahwa blokade semacam itu melanggar hukum humaniter dan hak asasi manusia internasional dan dianggap sebagai kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan berdasarkan Statuta Roma. (zarahamala/arrahmah.id)