ABU DHABI (Arrahmah.com) – “Israel” telah menjual sistem dan peralatan militer canggih ke Uni Emirat Arab (UEA) selama lebih dari delapan tahun, ungkap surat kabar Yedioth Ahronoth.
Koresponden urusan militer surat kabar itu, Alex Fishman, mengatakan Direktur Mossad, Yossi Cohen, dan Perdana Menteri “Israel”, Benjamin Netanyahu, meminta Kementerian Keamanan Publik untuk memberikan izin tambahan untuk menjual senjata yang lebih canggih ke UEA dalam konteks upaya tersebut. yang mendahului perjanjian normalisasi “Israel”-Emirat serta karena alasan ekonomi.
Menurut surat kabar itu, “Israel” menjual senjata canggih dan ofensif ke UEA pada 2010, setelah pembunuhan pemimpin Hamas, Muhammad Al-Mabhouh, di sebuah hotel di Dubai.
Pada saat itu, Direktur Mossad, Tamir Pardo, melakukan perjalanan ke UEA untuk menyelesaikan krisis antara kedua negara, tetapi kondisi Abu Dhabi adalah menyediakannya dengan sistem persenjataan yang canggih, kata surat kabar itu.
Sebelumnya, “Israel” dulu melarang penjualan senjata ofensif canggih ke UEA karena khawatir akan mengarahkan senjata ke pihak yang bermusuhan, termasuk Israel.
Di sisi lain, sebuah laporan ekstensif oleh surat kabar Israel the Marker menunjukkan bahwa Logic Industries, yang berafiliasi dengan pengusaha “Israel” Mati Kochavi dari perusahaan keamanan “Israel” AGT International yang berbasis di Zurich, telah aktif di UEA sejak 2008.
Menurut laporan Maker, perusahaan telah mencapai kesepakatan senilai lebih dari $ 7 miliar termasuk menyediakan UEA dengan layanan keamanan tinggi seperti kamera pengintai dan sensor.
Pada 13 Agustus, Presiden AS Donald Trump mengumumkan kesepakatan damai antara UEA dan “Israel” yang ditengahi oleh Washington.
Abu Dhabi mengatakan kesepakatan itu adalah upaya untuk mencegah rencana aneksasi Tel Aviv atas Tepi Barat yang diduduki, namun, para penentang yakin upaya normalisasi telah dimulai selama bertahun-tahun karena pejabat “Israel” telah melakukan kunjungan resmi ke UEA dan menghadiri konferensi di negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik atau lainnya dengan negara pendudukan.
Namun, Netanyahu mengulangi pada 17 Agustus bahwa aneksasi tidak akan dibatalkan, tetapi hanya ditunda.
(fath/arrahmah.com)