Ketika Israel melancarkan bombardirnya untuk Gaza, anak-anaklah yang harus membayar dengan mahal untuk hidup mereka dan penderitaan psikologi yang mereka alami.
“Anak-anakku semuanya merasakan ketakutan,” ujar Faysal Shawa, seorang Insinyur Konstruksi di Gaza.
“Kami berada dalam keadaan mencekam, kami tidak berani pergi ke luar. Di tempat manapun kami merasa tidak aman,” ungkapnya.
Lima perempuan dalam satu keluarga, termasuk seorang bayi berusia 14 bulan, yang baru belajar berjalan, menjadi korban serangan udara Israel yang menghantam mesjid di dekat rumah mereka, di Utara kota Jabaliya.
Tiga bocah laki-laki juga dibunuh dalam serangan Israel di Selatan kota Rafah.
Kematian juga mengintai 27 anak-anak lainnya dalam serangan biadab Israel pada Sabtu (27/12) kemarin.
“Gaza itu wilayah yang kecil, ketika Israel melemparkan bom-bom mereka, maka kami merasa mereka membom rumah kami sendiri,” ujar Shawa, bapak dari tiga orang anak.
Pemerintah Israel telah mengumumkan akan terus menghantam Palestina dan menolak perdamaian.
“Operasi ini akan meluas, sebanyak yang kami butuhkan. Kami melakukan peperangan untuk Hamas, sampai situasi berubah di wilayah selatan.” Ujar Ehud Barak, Menteri Pertahanan Israel.
Tidak ada belas kasihan
Shawa mengatakan 1,6 juta penduduk Gaza telah merasakan serangan-serangan Israel.
“Tetapi saat ini adalah serangan yang paling mengerikan.”
“Yang membuat serangan ini menjadi yang paling buruk adalah, telah lebih dari 18 bulan kami hidup dalam keadaan yang minim listik, air, dan makanan,” jelasnya.
Israel telah menutup seluruh jalur komersil untuk masuk ke Gaza sejak tahun lalu.
“Untuk anak-anak, ini seperti kehidupan di neraka,” ratapnya.
“Ini harus dihentikan sekarang juga.” (Hanin Mazaya/arrahmah.com)