TEPI BARAT (Arrahmah.com) – Pihak berwenang Israel telah menghancurkan pusat pengujian coronavirus Palestina di kota Hebron, selatan Tepi Barat yang diduduki.
Tepi Barat sedang berjuang untuk menahan gelombang kedua infeksi virus corona, setelah sebelumnya berhasil menangkal pandemi ini dengan penguncian yang ketat selama seminggu yang dilaksanakan pada bulan Maret.
Hebron, kota terbesar dan pusat kekuatan ekonomi Otoritas Palestina (PA), sangat terpukul. PA mencatat 65 kematian terkait coronavirus di wilayah Palestina pada hari Selasa.
“Keluarga saya memutuskan untuk mewaqafkan tanah kami di pintu masuk utara Hebron untuk tujuan membangun klinik uji Covid-19,” kata Maswadeh, sebagaimana dilansir MEE, Selasa (21/7/2020).
Klinik itu dibangun untuk mengenang kakeknya, yang meninggal baru-baru ini karena coronavirus. Maswadeh mengatakan keluarganya mengeluarkan biaya sekitar $ 250.000 untuk proyek tersebut.
Tanah itu terletak di Area C, bagian dari Tepi Barat yang sepenuhnya dikendalikan oleh Israel, yang hampir tidak pernah memberikan izin kepada warga Palestina untuk membangun. Namun, para pemukim Israel di daerah itu tidak menghadapi masalah seperti itu.
Maswadeh mengatakan bahwa mereka mulai membangun pusat uji virus tanpa izin, seperti banyak hal lainnya di daerah tersebut.
“Jika kami mengajukan izin, kami tidak akan mendapatkannya. Kami pikir mungkin selama Covid-19, akan ada beberapa pengecualian,” tuturnya.
Gagasan proyek ini adalah untuk mengurangi tekanan pada rumah sakit di Hebron yang merawat pasien Covid-19, yang telah mencapai kapasitas penuh.
Maswadeh mengatakan kepada MEE bahwa pembangunan tersebut telah berlangsung selama dua bulan, dan tentara Israel berpatroli di daerah tersebut.
Para tentara menyaksikan buldoser dan peralatan bangunan memasuki lokasi tersebut , tetapi tidak mengatakan apa-apa, ujar Maswadeh.
Namun, pada 12 Juli, mereka menerima surat perintah militer untuk menghentikan pembangunan, yang diserahkan kepada mereka oleh seorang komandan tentara Israel.
Farid al-Atrash, seorang pengacara hak asasi manusia berusia 44 tahun dan aktivis dari Hebron, mengatakan kepada MEE bahwa kota itu menderita akibat krisis dan sangat membutuhkan fasilitas itu.
“Dengan cara ini kita bisa melakukan kontrol yang lebih baik terhadap orang-orang yang masuk dan keluar dari Hebron dan mengendalikan virus,” katanya.
Menurut Atrash, penghancuran klinik tersebut bisa menjadi cara bagi Israel untuk menekan PA agar melanjutkan koordinasi birokrasi yang telah dihentikannya sebagai protes atas rencana Israel untuk mencaplok bagian-bagian Tepi Barat.
(ameera/arrahmah.com)