TEPI BARAT (Arrahmah.com) – Warga di Wadi Fukin telah terbiasa dengan suara konstruksi disepanjang kehidupan mereka. Desa subur ini, yang terletak di barat Behlehem berada di sepanjang Jalur Hijau, dikelilingi oleh tiga sisi pemukiman ilegal “Israel” yang terus berkembang.
Dihiasi dengan pohon-pohon zaitun dan mata air alami, desa dengan jumlah populasi 1.200 orang dikenal karena panen lobak organik, kubis dan cabai. Tapi komunitas kecil ini telah menanggung beban dari aktivitas brutal pemukim ilegal Yahudi selama bertahun-tahun. Salah satu pemukiman ilegal Yahudi di sekitar desa, Beitar Illit, begitu besar dan diklasifikasikan sebagai “kota” oleh “Israel” di Tepi Barat.
Pada Ahad (31/8/2014) kabar buruk datang bagi warga Palestina di sana, otoritas Zionis mengumumkan bahwa hampir 400 hektar lahan di dekatnya sekarang menjadi “tanah negara”. Ini berarti mereka tidak lagi dimiliki secara pribadi oleh warga Palestina dan karena itu dapat digunakan untuk kemungkinan perluasan pembangunan pemukiman ilegal.
Sebuah kelompok pengamat, Peace Now, menyebut tindakan “Israel” sebagai perampasan tanah terbesar sejak tahun 1980-an. Pembangunan di sini akan menjamin kelangsungan teritorial antara Green Line dengan pemukiman Beitar Illit, Kfar Etzion dan Gevaot, juga membantu menghubungkan pemukiman ilegal di Tepi Barat seperti Gush Etzion dengan Yerusalem secara langsung, memotong akses warga Palestina di sekitarnya.
“Tanah ini sangat dekat dengan perbatasan dan merupakan area yang sangat strategis,” ujar Yariv Oppenheimer, direktur jenderal Peace Now. “Bagi ‘Israel’ itu akanmenghubungkan beberapa pemukiman ke Yerusalem selatan.”
Tahun lalu otoritas Zionis mengundang tawaran untuk pembangunan 1.000 unit pemukiman baru di situs yang dikenal dengan Gevaot.
“Kami terkejut pagi ini saat menemukan administrasi sipil ‘Israel’ dan militer menyerahkan slip peringatan dan memasang tanda-tanda yang menyatakan perampasan lebih dari 2.000 dunam (200 hektar) untuk perluasan tiga pemukiman yang mengelilingi desa,” ujar Ahmad Sukkar, kepala dewan desa Wadi Fukin kepada Al Jazeera.
“Israel” mengatakan bahwa lahan-dari Beit Furik dan desa dekat Surif, Husan dan al-Jabaa-diatur untuk menjadi bagian dari perbatasannya sendiri dalam setiap solusi permanen yang dicapai dengan Palestina di masa depan.
“Bagaimana mungkin bahwa ini adalah tanah negara?” Ungkap Muhammad Assaf, penduduk desa. “Saya mewarisi sebidang tanah dari ayah saya dan dia memilikinya dari kakek saya. Kami sudah hidup di dalam penjara yang mencegah kami dari memperluas
populasi atau kebutuhan pertanian.”
Radio “Israel” bagaimanapun mengklaim langkah itu merupakan tanggapan terhadap penculikan dan pembunuhan tiga remaja pemukim ilegal Yahudi pada bulan Juni lalu.
Peace Now mengatakan langkah tersebut tidak mendukung pasukan moderat Palestina yang secara aktif mencari penyelesaian damai untuk konflik.
“Saya pikir ini adalah kesalahan besar (oleh Benjamin) Netanyahu,” ujar Oppenheimer kepada Al Jazeera.
Langkah “Israel” ini telah menjadi sorotan tajam pada perampasan tanah dan perluasan pemukiman di Tepi Barat.
Sementara itu, warga Wadi Fukin dan desa-desa di dekatnya memiliki waktu hanya 45 hari untuk mengajukan banding dalam upaya untuk menghentikan perampasan tanah.
“Pada tahun 1948, kami memiliki 12.000 dunam (12 kilometer persegi) lahan pertanian,” ujar Sukkar.
“Saat ini jumlah tersebut telah berkurang menjadi 2.600 dunam. Kami hanya diizinkan bertani pada lahan seluas 250 dunam dari mereka. Itu sebabnya kami akan pergi ke pengadilan (‘Israel’). Kami tidak akan berpangku tangan saat ‘Israel’
merenggut tanah kami.” (haninmazaya/arrahmah.com)