GAZA (Arrahmah.id) – ‘Israel’ telah membunuh 150 warga Palestina—rata-rata tiga orang setiap 24 jam—sejak gencatan senjata pada 19 Januari 2025, menurut Euro-Med Human Rights Monitor yang berpusat di Jenewa.
Dalam laporan terakhirnya, kelompok hak asasi manusia tersebut mengatakan tim lapangannya telah mendokumentasikan serangan penembak jitu dan pesawat tanpa awak ‘Israel’ sejak gencatan senjata mulai berlaku, serta penggunaan blokade kemanusiaan yang berkelanjutan “sebagai senjata kematian yang membunuh secara perlahan-lahan” dalam serangan militer ‘Israel’ di daerah kantong tersebut.
“Pembunuhan yang terus berlangsung oleh tentara ‘Israel’ dilakukan oleh penembak jitu dan pesawat tanpa awak, termasuk pesawat quadcopter, yang menargetkan warga sipil Palestina,” kata Euro-Med Monitor.
“Serangan mematikan tersebut sering terjadi saat penduduk mencoba kembali dan memeriksa rumah mereka yang rusak di dekat apa yang disebut ‘zona penyangga’ yang diberlakukan oleh ‘Israel’ di sepanjang perbatasan utara dan timur Jalur Gaza,” tambahnya.
Tahap Pertama dari perjanjian gencatan senjata dan pertukaran tahanan berakhir pada 1 Maret, dan ‘Israel’ segera mengumumkan bahwa semua bantuan akan diblokir untuk masuk ke Gaza. Sejak saat itu, ‘Israel’ juga telah memutus semua pasokan listrik dan air ke Jalur Gaza.
Rafah Paling Banyak Menjadi Sasaran
Serangan pesawat nirawak ‘Israel’ pada Senin (10/3/2025) menewaskan Abdullah Ali al-Shaer dan melukai orang lain di timur Rafah, meskipun para korban berada di “zona aman” yang telah ditentukan.
Hanya beberapa jam sebelumnya, kata kelompok hak asasi manusia itu, serangan pesawat tak berawak terpisah menewaskan tiga saudara kandung—Mahmoud, Mohammed, dan Ahmed Abdullah Ahmed—di timur laut kamp pengungsi al-Bureij di Jalur Gaza tengah.
Kegubernuran Rafah “telah menghadapi serangan ‘Israel’ paling banyak sejak gencatan senjata,” katanya.
Abdel Moneim Ali Qishta (53), tewas di dalam rumahnya oleh pasukan ‘Israel’ yang ditempatkan di sepanjang perbatasan Mesir di seberang lingkungan al-Salam di bagian selatan kota, pada 8 Maret. Pada hari yang sama, serangan pesawat nirawak ‘Israel’ menewaskan dua pria, Mahmoud Hussein Farhan al-Hissi (37) dan Mahdi Abdullah Nadi Jarghoun (39), di kota al-Shawka, sebelah timur Kota Rafah.
Lingkungan Shuja’iyya
Euro-Med Monitor juga telah mendokumentasikan pembunuhan berkelanjutan oleh tentara ‘Israel’ terhadap warga Palestina dalam serangan berulang kali di lingkungan Shuja’iyya, timur Kota Gaza, dan kota Beit Hanoun, di Jalur Gaza utara, sejak awal Maret, kata laporan itu.
Sejak gencatan senjata, ‘Israel’ telah membunuh 150 warga Palestina—rata-rata enam orang setiap dua hari—dan melukai 605 lainnya, dengan laju 11,8 orang per hari, katanya.
“Pola ini menggarisbawahi penargetan sistematis dan berkelanjutan Israel terhadap warga Palestina di Jalur Gaza, yang dilakukan tanpa pembenaran militer dan dengan terang-terangan mengabaikan gencatan senjata dan hukum internasional,” kata Euro-Med Monitor.
Organisasi tersebut memperingatkan bahwa “kelaparan yang dilakukan ‘Israel’ terhadap warga Palestina akan memperburuk krisis kemanusiaan yang ada dan dengan demikian menjadi indikator yang jelas adanya niat genosida, dan bahwa kejahatan ini sejalan dengan kebijakan pembersihan etnis yang lebih luas yang diusulkan AS.”
Seruan untuk Komunitas Global
Ia menyerukan kepada masyarakat internasional untuk “memberlakukan sanksi ekonomi, diplomatik, dan militer terhadap Israel sebagai tanggapan atas pelanggaran sistematis dan berat terhadap hukum internasional, termasuk larangan perdagangan senjata dan kerja sama militer, serta pembekuan aset keuangan pejabat yang terlibat dalam kejahatan terhadap rakyat Palestina.”
Kelompok hak asasi manusia juga mendesak Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk mempercepat penyelidikannya dan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap pejabat ‘Israel’ yang terlibat dalam kejahatan internasional di Gaza.
“Euro-Med Monitor mengingatkan negara-negara anggota Statuta Roma tentang kewajiban hukum mereka untuk bekerja sama sepenuhnya dengan Pengadilan, memastikan penegakan surat perintah penangkapan, dan mencegah impunitas bagi mereka yang bertanggung jawab,” tegasnya. (zarahamala/arrahmah.id)