YERUSALEM (Arrahmah.com) – Aksi protes telah berlangsung di luar sebuah sekolah di Khan Al-Ahmar, sebuah desa Badui di pinggiran Yerusalem, setelah otoritas Zionis memerintahkan untuk menutup dan membongkar sekolah tersebut.
Protes solidaritas diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan Palestina, digelar setelah penduduk desa dan duta besar Italia memberitahu secara tertulis pada Senin (15/8/2016) mengenai keputusan “Israel” untuk menutup sekolah yang menampung 170 siswa dari lima komunitas Badui di wilayah tersebut, ujar juru bicara komunitas Eid Abo Khamis mengatakan kepada Al Jazeera.
Organisasi bantuan Italia, Vento Di Terra membantu masyarakat Badui Jahalin yang tinggal di Khan Al-Ahmar untuk membangun sekolah pada tahun 2009, sebagai alternatif sekolah karena letak sekolah yang ada sangat jauh dan memiliki rute yang sangat beresiko serta mahal.
Sholomo Lecker, pengacara yang mewakili masyarakat Badui yang berbasis di Yerusalem, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa duta besar Italia dipanggil oleh perdana menteri “Israel” untuk membahas masalah tersebut.
“Saya berbicara dengan duta besar Italia beberapa hari lalu setelah pertemuannya dengan Netanyahu,” ujar Lecker yang menambahkan abhwa duta besar memberitahu bahwa perintah resmi akan dikeluarkan untuk menutup sekolah, lansir Al Jazeera pada Rabu (17/8).
“Dalam menanggapi perintah tersebut, Kementerian Pendidikan Palestina memutuskan untuk membuka sekolah seminggu lebih awal dari yang direncanakan. Ini mungkin membuat rencana penutupan lebih sulit dilaksanakan.”
Memulai tahun ajaran baru lebih awal dari jadwal, memastikan siswa bisa hadir ke kelas, kemungkinan akan membuat otoritas Zionis sedikit lebih sulit untuk menutup sekolah secara permanen.
Menurut laporan yang dirilis oleh kelompok hak asasi manusia B’Tselem, Administrasi Sipil “Israel”, badan pendudukan “Israel” di Tepi Barat, mengeluarkan perintah pembongkaran satu bulan setelah sekolah dibuka pada tahun 2009, dengan alasan karena dibangun di dekat perluasan jalan yang rencananya telah disetujui.
Pemukiman ilegal “Israel” di dekatnya dan LSM Regavi telah mengajukan petisi ke Mahkamah Agung tiga kali sejak saat itu, menuntut pembongkaran kamp di Khan Al-Ahmar yang merupakan rumah bagi sekitar 100 keluarga.
Khalid Quzmar, seorang pengacara dan direktur Pertahanan untuk Anak Internasional, sebuah organisasi advokasi hak-hak anak Palestina di wilayah pendudukan, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa permintaan untuk pembongkaran dan penutupan sekolah adalah bagian dari rencana yang lebih luas untuk mengusir Badui Jahalin.
Sekolah ini sangat penting bagi masyarakat sekitar, menurut Quzmar.
“Tidak ada pembenaran di balik penutupan sekolah. Itu dibangung menggunakan lumpur dna ban untuk menghindari pelanggaran hukum yang melarang warga Palestina dari menggunakan semen dalam konstruksi,” tambahnya.
“Otoritas ‘Israel’ selalu mengklaim bahwa bangunan yang ditutup atau dihancurkan karena mereka dibangun tanpa izin. Namun bagaimana warga Palestina bisa mendapatkan izin ketika ‘Israel’ seringkali menolak untuk memberikannya?”
Suku Badui Jahalin tinggal di pinggiran Yerusalem, di sisi dinding ilegal yang dibangun di Tepi Barat. Pada awal 1950-an, suku Badui terusir dari tanah mereka di dekat Tel Arad di gurun Negev selatan. Suku tersebut menjadi suku pengungsi terbesar di Tepi Barat saat ini. (haninmazaya/arrahmah.com)