GAZA (Arrahmah.id) – Angkatan bersenjata “Israel” (IDF) berencana untuk mendirikan pos-pos militer permanen di Jalur Gaza, yang merupakan pengungkapan terbaru mengenai potensi masa depan daerah kantong yang terkepung itu pascaperang.
Menurut laporan outlet berita yang berbasis di London, Middle East Eye, seorang perwira militer “Israel” yang tidak disebutkan namanya memberitahukan bahwa “Kami telah menerima perintah untuk menentukan lokasi stasiun militer permanen di Gaza”.
Sampai saat ini, perintah untuk membangun fasilitas militer dilaporkan diberikan secara lisan dan bukan secara resmi atau di atas kertas, karena “kementerian pertahanan dan tentara secara informal menugaskan sejumlah kecil perwira untuk tujuan tersebut”.
Selama tiga setengah bulan terakhir pengeboman dan invasi “Israel” ke Gaza, Tel Aviv dan otoritas pendudukan telah berupaya merumuskan masa depan dan pemerintahan Jalur Gaza setelah perang.
Terdapat beragam hasil yang potensial dan kontradiktif yang terungkap sejak saat itu, termasuk pelantikan otoritas Arab yang patuh – baik Palestina melalui Otoritas Palestina (PA) atau kekuatan gabungan dari negara-negara Arab di sekitarnya – atau eksodus seluruh warga Palestina dari Gaza ke Gurun Sinai Mesir atau zona penyangga atau, yang terbaru, pembuatan pulau buatan di lepas pantai Gaza untuk penduduk Palestina.
Apapun hasil yang diputuskan, “Netanyahu dan kabinet perang sayap kanannya tidak berencana untuk menarik diri dari Gaza”, perwira tersebut menjelaskan.
Pengungkapan terbaru mengenai pendirian pos-pos militer di Jalur Gaza ini memiliki kemiripan dengan situasi di Tepi Barat, di mana Pendudukan “Israel” memberlakukan pos-pos pemeriksaan dan pembatasan bagi warga Palestina sambil memberikan kebebasan kepada tentara dan pemukim ilegal Yahudi.
Namun, menurut perwira “Israel” tersebut, situasi di Jalur Gaza yang diduduki di masa depan bisa lebih buruk dari itu. “Model ini adalah versi Tepi Barat yang lebih termiliterisasi”, katanya. “Saya pernah bertugas di Tepi Barat. Gaza tidak akan seperti itu, akan ada lebih banyak stasiun militer dan lebih banyak tentara.” (zarahamala/arrahmah.id)