TEL AVIV (Arrahmah.id) — Pemerintahan baru yang dipandang sebagai pemerintahan paling ekstrem kanan dalam sejarah Israel telah disepakati, memastikan Benjamin Netanyahu kembali berkuasa.
Netanyahu, yang memenangkan pemilu pada November, siap menjalani masa jabatan keenamnya sebagai perdana menteri.
Koalisinya terdiri dari partai-partai berhaluan kanan, termasuk yang pemimpinnya pernah dihukum karena rasisme anti-Arab.
Dalam spektrum politik, istilah “kanan” biasanya digunakan untuk menggambarkan pandangan politik yang cenderung lebih konservatif dan nasionalis.
Warga Palestina khawatir pemerintah baru juga akan memperkuat cengkeraman Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat.
“Saya telah berhasil (membentuk pemerintahan),” kata Netanyahu dalam sebuah twit, seperti dilansir BBC (23/12/2022).
Pemerintahan baru akan menggantikan pemerintahan saat ini yang berhaluan kiri-tengah (“kiri” biasanya menggambarkan pandangan politik yang cenderung lebih egaliter, mendukung kesetaraan sosial).
Diperkirakan, pergantian akan terjadi pada pekan depan.
Para mitra koalisi Netanyahu menolak gagasan solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina —formula perdamaian yang membayangkan negara Palestina merdeka di Tepi Barat bersama Israel, dengan Yerusalem sebagai ibu kota bersama mereka.
Padahal, formula ini telah mendapat dukungan internasional.
Pemimpin partai Zionisme Religius, yang bermitra dengan dua partai ekstrem kanan lainnya, memenangkan jumlah kursi terbesar ketiga di knesset (parlemen), ingin Israel mencaplok Tepi Barat dan telah diberi kekuasaan luas atas aktivitasnya di sana.
Israel menduduki Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza dalam perang pada 1967.
Lebih dari 600.000 pemukim Yahudi sekarang tinggal di Yerusalem Timur dan Tepi Barat.
Permukiman yang mereka tinggali dianggap ilegal menurut hukum internasional, namun Israel membantahnya. Israel mengeluarkan pemukim dan pasukannya dari Jalur Gaza pada 2005.
Politikus oposisi Israel, serta jaksa agungnya, telah memperingatkan bahwa reformasi yang direncanakan oleh pemerintah yang akan datang – termasuk memberikan hak kepada anggota parlemen untuk membatalkan keputusan Mahkamah Agung – dapat merusak demokrasi Israel.
Para mitra koalisi juga telah mengusulkan reformasi hukum yang dapat mengakhiri persidangan yang sedang dijalani Netanyahu atas atas tuduhan penyuapan, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan.
Netanyahu membantah semua tuduhan tersebut.
Oposisi Israel dan kelompok-kelompok hak sipil telah menyatakan kekhawatiran khusus atas masuknya sayap kanan dalam pemerintahan baru.
Pemimpin partai Otzma Yehudit (Kekuatan Yahudi) Itamar Ben-Gvir terkenal dengan komentar anti-Arab dan pernah menyerukan pelonggaran aturan tentang kapan pasukan keamanan dapat melepaskan tembakan saat menghadapi ancaman.
Pernah dihukum karena menghasut rasisme dan mendukung organisasi teror, dia akan menjadi menteri keamanan nasional dengan wewenang atas polisi di Israel dan Tepi Barat.
Mitra sayap kanan lainnya dalam pemerintahan, Avi Maoz dari partai Noam yang anti-LGBT.
Partai ini telah menyerukan agar acara Parade Gay di Yerusalem dilarang. Mereka juga tidak menganggap perempuan harus punya kesempatan yang sama dengan laki-laki di militer.
Selain itu, Avi Maoz ingin membatasi imigrasi ke Israel menjadi hanya bagi orang Yahudi menurut interpretasinya yang kaku dari hukum Yahudi.
Sebaliknya, Netanyahu menuduh para kritikus menyebarkan ketakutan dan berjanji untuk mempertahankan status quo.
“Saya akan memegang erat kemudi dengan dua tangan,” katanya kepada penyiar Amerika Serikat (AS) NPR pekan lalu .
“Saya tidak akan membiarkan siapa pun melakukan apa pun terhadap kelompok LGBT atau menolak hak-hak warga negara Arab kami atau semacamnya, itu tidak akan terjadi. Dan waktu yang akan membuktikannya.” (hanoum/arrahmah.id)