Oleh Susi Mariam Mulyasari, S.Pd.I
Pegiat Literasi dan Ibu Generasi
Krisis multidimensi yang melanda negeri ini tak terbendung lagi. Berbagai macam isu krusial menjadi sebuah polemik berkepanjangan yang sampai sekarang belum ada solusi yang bisa mengatasinya.
Mulai dari rusaknya lingkungan hidup akibat maraknya PETI (Pertambahan Tanpa Izin), dekadensi moral akibat rusaknya sistem pergaulan dan sosial, korupsi merajalela, stunting, harga kian hari kian melambung, merosotnya nilai rupiah terhadap dolar, besarnya angka kemiskinan, bahkan masalah judi online pun menjadi pembahasan hangat yang tak bisa di lupakan.
Semua kondisi di atas menjadi ironi di tengah potensi bangsa yang sangat besar, tetapi tak berdaya menghadapi hegemoni kapitalis yang sejak awal berperan untuk mengendalikan berbagai kebijakan yang tentunya menguntungkan mereka.
Indonesia menjadi negeri terpuruk seperti sekarang tak lepas dari salahnya tata kelola di dalam membangun sebuah negeri. Para penguasa berkolaborasi dengan pengusaha untuk menjadikan bangsa ini hanya sebatas mesin untuk menghasilkan banyak profil dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan.
Simbiosis mutualisme di antara penguasa dan pengusaha yang terjadi sekarang mengindikasikan bahwa negeri ini tidak sedang baik-baik saja bahkan dalam kondisi memprihatinkan diambang kehancuran, tatkala tatakelola bangsa ini diserahkan kepada komprador-komprador kapitalis.
Berbagai macam kebijakan dikeluarkan dalam bentuk UU yang sangat jelas diorientasikan untuk memenuhi kepentingan para pemilik modal. Diantaranya UU Minerba, UU Penanaman Modal, dll yang sangat kental akan kepentingan. Alhasil, bangsa Indonesia secara potensi sangat besar, tetapi tak berdaya di dalam menghadapi para kapitalis yang bercokol di negeri ini.
Sumber daya alam yang melimpah ruah dari Sabang sampai Merauke, tidak bisa kita rasakan manfaat dari kekayaan alam tersebut. Yang ada hanyalah sisa kehancuran lingkungan akibat pertambahan yang terus-menerus di lakukan.
Akan kah kita diam? Tentu, tak ada alasan untuk kita hanya diam dan berpangku tangan di tengah keterpurukan bangsa ini, apalagi penduduk bangsa ini adalah seorang muslim. Yang tak boleh diam, melihat kezaliman dan keterpurukan melanda negeri ini. Apalagi kaum muslimin memiliki historis yang tak pernah hilang di makan zaman.
Di masa lalu, Islam pernah menjadi sumber peradaban dunia, yang dampaknya sangat terasa sampai sekarang. Berbagai temuan telah berhasil merubah tatanan kehidupan manusia sampai sekarang.
Kekayaan alam yang melimpah ruah dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan pokok warga masyarakat. Sebab, kekayaan alam yang melimpah ruah dalam sudut pandang Islam merupakan bagian dari kepemilikan umum. Di mana negara adalah pihak yang akan mengelola kepemilikan umum tersebut. Yang sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan warga penduduk.
Di dalam konsep Islam, sumberdaya alam yang melimpah ruah tidak boleh bahkan haram hukumnya diserahkan kepada mekanisme pasar, artinya siapapun boleh memilikinya. Hanya negera yang berhak mengelola kekayaan yang melimpah ruah tersebut.
Bisa kita bayangkan kalau seandainya seluruh kekayaan alam diambil alih oleh negara, dan melepas, bahkan mengusir para kapitalis yang mengelola berbagai macam tambang yang ada di Indonesia, sudah dipastikan negeri ini menjadi negara adidaya yang kekuatannya tak bisa tertandingi oleh negara kapitalis sekalian yaitu Amerika dan Inggris.
Namun, potensi Indonesia menjadi negera adidaya tak akan terwujud apabila umat Islam hanya diam dan tak mau mewujudkan sistem kehidupan yang diatur oleh Islam.
Konsep kepemilikan dalam Islam hanya bisa diterapkan apabila kaum muslimin mampu mengembalikan sebuah tatanan kehidupan yang diatur oleh Islam pernah terwujud selama 14 abad lamanya, yaitu sistem khilafah yang dipimpin oleh seorang khalifah.
Melalui sistem inilah umat Islam akan bangkit dari keterpurukan, menuju kehidupan mulia di bawah panji mulia Rayyah di bawah naungan Khilafah Islamiyyah ala minhajnubuwwah.
Oleh karena itu, perjuangan mengembalikan kehidupan Islam adalah visi utama umat Islam yang hari ini diwujudkan dengan berdakwah dll.
Wallahua’lam bis shawwab