Oleh Lafifah
(Aktivis Muslimah)
Setiap tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Guru adalah sosok yang sangat berjasa bagi siapa pun, tanpa guru yang memberi tahu, kita tidak mengerti apa-apa. Bukan sekadar mengajari menulis, membaca, dan berhitung, tapi lebih dari itu, guru juga mampu mengajari muridnya untuk menatap dan menjalani kehidupan dengan baik.
Namun, saat ini posisi guru sedang tidak baik-baik saja. Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Unifah Rosyidi mengatakan jika saat ini tengah marak tindak kekerasan yang menimpa guru. Bahkan, ada pula guru yang dikriminalisasi.
Maraknya tindakan dan pelaporan dan kriminalisasi terhadap guru, ketika menjalankan tugas profesinya ini mendorong PGRI untuk mengusulkan adanya UU Perlindungan Guru. Ini dilakukan untuk mencegah kasus serupa terulang kembali.
“Kami sedang menyiapkan naskah akademik dan akan bersurat ke DPR dan Kemendikdasmen untuk mendorong komisi X DPR menggodok UU Perlindungan Guru,” kata Unifah dalam video unggahan nya di akun Instagram @pbpgri_official, dikutip dari medcom.id (1/11/2024).
Faktor utama tindakan kriminalisasi dan tidak ada penghargaannya terhadap guru adalah sistem yang saat ini diterapkan demokrasi- kapitalisme yang meniadakan peran agama dalam kehidupan, menjadikan manusia tidak lagi memakai kacamata iman serta standar benar dan salah sesuai perintah agama. Demokrasi Kapitalisme yang memberikan kebebasan berperilaku pada manusia menjadikan mereka berperilaku semaunya. Alhasil guru yang seharusnya digugu dan ditiru justru di perlakukan tidak baik bahkan sampai ada yang dikriminalisasi. Maka, dalam sistem demokrasi Kapitalis, guru bukan lagi sosok yang mulia.
Berbeda dengan Islam, bagaimana mulianya peran seorang guru. Islam pun memberikan penghargaan kepada guru. Banyak hadis Nabi Muhammad saw. yang membahas tentang kemuliaan seorang guru. Bukan hanya mulia di dunia, tetapi ilmu bermanfaat yang disebarkan seorang guru akan menjadi pahala yang terus mengalir kepadanya meskipun guru tersebut telah meninggal dunia.
Rasulullah saw. bersabda, “Allah tidak mengutusku sebagai orang yang kaku dan keras. Akan tetapi Dia mengutusku sebagai seorang pendidik dan mempermudah.” (HR Muslim).
Dari Abdullah bin Amru, ia menceritakan bahwa suatu hari Rasulullah saw. masuk ke masjid. Di dalam masjid, ada dua kelompok sahabat sedang berkumpul. Kelompok pertama sedang membaca Al-Quran dan berdoa, sementara kelompok kedua sedang melakukan kegiatan belajar dan mengajar. Melihat pemandangan indah tersebut, Nabi saw. bersabda, “Mereka semua berada dalam kebaikan. Kelompok pertama membaca Al-Quran dan berdoa kepada Allah. Jika Allah berkehendak, Dia akan memberi (apa yang mereka minta). Sementara kelompok yang kedua belajar mengajar, dan sesungguhnya aku diutus sebagai seorang guru.” Kemudian Rasulullah saw. duduk dan bergabung bersama kelompok yang kedua.” (HR Ibnu Majah).
Pahala seorang guru akan terus mengalir walaupun dirinya telah meninggal. Rasulullah saw. bersabda, “Jika seorang insan meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali tiga amal, yakni sedekah yang mengalir, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang selalu mendoakan kedua orang tuanya.” (HR Al-Tirmidzi).
“Barang siapa memuliakan orang alim (guru), maka ia memuliakan aku (Rasulullah). Dan barangsiapa memuliakan aku, maka ia memuliakan Allah. Dan barangsiapa memuliakan Allah, maka tempat kembalinya adalah surga.” (Sabda Rasulullah saw. seperti yang dikutip dalam Lubab al-Hadis oleh Imam Jalaluddin al-Suyuthi).
Oleh karena itu, sangat penting untuk menghargai guru dan menghormati mereka karena guru itu memiliki profesi mulia yang sudah seharusnya dijaga muruahnya. Dengan optimalisasi guru dalam mengajar pun akan muncul generasi yang berkepribadian Islami dan siap membangun peradaban yang gemilang.
Dengan itu, Islam sangat diperlukan untuk benar-benar melindungi guru dari bentuk kriminalisasi guru. Semua ini hanya akan terwujud melalui penerapan sistem Islam dalam naungan Khilafah, sehingga guru dapat dimuliakan.
Wallahua’lam bis shawab