(Arrahmah.com) – Semenanjung Balkan telah menerima syiar Islam terutama melalui politik ekspansi yang dijalankan Kekhalifahan Turki Utsmaniyah. Menurut Ayse Zisan Furat dan Hamit Er dalam buku Balkans and Islam: Encounter, Transformation, Discontinuity, Continuity (2012), Utsmaniyah mulai menguasai beberapa wilayah bagian tenggara Benua Eropa itu pada 1354.
Satu per satu, seluruh kawasan tersebut akhirnya berada di bawah kendali kerajaan Islam ini. Selama lima abad berikutnya, risalah tauhid terus mengakar di jazirah tersebut.
Salah satu negara di Balkan dengan perkembangan dakwah Islam yang signifikan adalah Kroasia. Pada masanya, negara seluas 56 ribu kilometer persegi itu menjadi kawasan perbatasan antara wilayah-wilayah taklukan Utsmaniyah dan kekaisaran Romawi Barat.
Karena itu, masyarakat setempat memiliki karakteristik majemuk. Mayoritasnya memeluk agama Kristen, tetapi banyak pula yang mengimani Islam. Kini, sekitar 60 ribu orang atau 1,5 persen dari total populasi Kroasia merupakan Muslim.
Keberagaman tidak hanya dijumpai dalam konteks hubungan antarumat beragama. Internal umat Islam setempat pun menunjukkan kebinekaan. Menurut sensus penduduk Kroasia pada 2011, sebagian besar Muslimin negara tersebut menyebut diri mereka sebagai Bosnia (27,959). Adapun yang lain menyatakan dirinya sebagai etnis Kroasia (9,647), Albania (9,594), Roma (5,039), Turki (343), Makedonia (217), Montenegro (159), dan imigran (2,420).
Pernyataan suku-suku etnis itu tidak lepas dari memori kolektif-historis yang dialami masyarakat Kroasia. Pasca-Perang Dunia I, bekas wilayah Kekaisaran Austria-Hongaria di Balkan menggabungkan diri di bawah bendera Yugoslavia. Di dalamnya, termasuk Bosnia, Herzegovina, Macedonia, Montenegro, Serbia, Slovenia, dan Kroasia.
Ketika Perang Dunia II meletus, negeri itu kembali terpecah-belah. Beberapa dekade setelah perang besar itu usai, Yugoslavia menjadi sebuah negara berhaluan sosialis-komunis di bawah bayang-bayang hegemoni Uni Soviet. Pada 1991, Uni Soviet menuju kehancuran sehingga memuluskan jalan bagi lahirnya Republik Kroasia 25 Juni tahun yang sama.
Geliat Islam di Kroasia sangat dinamis. Hingga saat ini, terdapat 17 masjid serta dua pusat Islam, yakni di ibu kota Zagreb dan Rijeka. Zagreb memiliki salah satu masjid terbesar di Eropa yang dibangun pada 1987. Masjid ini merupakan pusat keislama (Islamic centre) pertama yang dimiliki rakyat Kroasia. Proses pembangunannya memakan waktu 40 tahun karena banyaknya kepentingan yang menghambat proses dan izin pembangunannya.
Dilansir dari World Halal Day, Masjid Zagreb dibiayai melalui donasi oleh umat Islam di seluruh dunia. Namun, donasi utama tetap berasal dari Muslim Zagreb. Pada 6 September 1987, peresmian Masjid Zagreb digelar di hadapan sekitar 60 ribu warga dan tamu. Pusat Islam di Zagreb ini dianggap sebagai salah satu pusat Islam yang paling indah dan penting di Eropa.
Di Pusat Islam ini terdapat Gymnasium Islam, TK, perpustakaan, ruang pameran, kongres, klub remaja, klub sepak bola, restoran, dan toko buku. Semua fasilitas ini membuat Masjid Zagreb menarik dikunjungi.
Pusat Islam berikutnya dan yang mungkin paling berkesan adalah di Rijeka. Mulai dibuka untuk umum sejak 4 Mei 2013, Masjid Rijeka adalah tempat ibadah pertama untuk kaum Muslimin yang berdiri di tepi Laut Adriatik. Sekitar 30 ribu Muslimin dan tamu dari seluruh dunia menghadiri peresmian Masjid Rijeka. Di antara tamu undangan pada momen peresmian masjid ini adalah presiden Kroasia saat itu, Ivo Josipovic dan Menteri Wakaf dan Urusan Islam Qatar, Bin Mubarek Al Kuwari.
Keberadaan Islamic Centre ini sangat penting untuk multikulturalisme, toleransi, dan kehidupan saling menghargai antarsesama warga Kroasia. Lebih dari 10 ribu Muslim, sebagian besar dari Bosnia dan Herzegovina, tinggal di Rijeka dan daerah sekitarnya. Masjid adalah hasil dari puluhan tahun aspirasi umat Islam di Rijeka untuk memiliki tempat ibadah yang memadai. Dan, hal ini mendapatkan dukungan penuh dari otoritas setempat.
Baru-baru ini, para delegasi dari Liga Dunia Muslim (Muslim World League) bertandang ke Zagreb. Mereka disambut dengan hangat oleh sejumlah pimpinan komunitas Islam Kroasia dan para uskup nasional setempat. Dalam pertemuan tersebut, baik tamu maupun tuan rumah membahas penyelenggaraan konferensi internasional bertema persaudaraan dalam kemanusiaan untuk perdamaian dan ko-eksistensi global.
Kroasia sengaja dipilih sebagai penyelenggara acara tersebut karena negara ini dinilai cukup berhasil dalam menampilkan kehidupan kebangsaan yang menghargai kemajemukan. Dalam sambutannya, Sekretaris Jenderal Muslim World League Muhammad bin Abdul memuji peran pemerintah Kroasia beserta seluruh elemen umat agama-agama setempat dalam menjaga perdamaian dan ko-eksistensi. MWL sendiri adalah sebuah organisasi internasional sekaligus non-pemerintah yang berbasis di Makkah al-Mukarramah, Arab Saudi.
Sementara itu, mufti agung komunitas Islam Kroasia, Aziz Hasanovic, menyambut baik terpilihnya Kroasia sebagai tuan rumah konferensi tersebut. “Di Kroasia, umat agama-agama hidup bersama. Dialog terus berlangsung secara berkelanjutan, seperti antara komunitas Islam dan Katolik,” katanya, seperti dilansir dari Total Croatia News.
“Inisiatif yang berharga ini merupakan kesempatan bagi Kroasia untuk menampilkan dirinya sebagai negara yang mendukung standar tertinggi hak-hak kebebasan beragama dan dialog antarbudaya,” sambungnya seperti dilansir Republika.
(*/Arrahmah.com)