(Arrahmah.com) – Saat awal era Renaissance Jepang, yang dikenal sebagai era Meiji, dimulai pada tahun 1868, hanya dua negara di Asia yang menikmati kemerdekaan, yaitu Kekhalifahan Ottoman dan Jepang.
Karena keduanya berada di bawah tekanan dari negara-negara Barat, mereka memutuskan untuk membangun hubungan persahabatan di antara mereka dan kemudian mereka mulai bertukar kunjungan. Yang paling penting dari kunjungan ini adalah misi yang dikirim oleh Abdul Hamid II (memerintah 1876-1909) ke Jepang dengan kapal laut Ertugrul yang mengangkut lebih dari enam ratus perwira dan tentara yang dipimpin oleh laksamana Uthman Pasha pada tahun 1890.
Di perjalanan pulang, setelah misi itu berhasil mencapai Jepang dan bertemu Kaisar Jepang, badai menerjang kapal saat masih di perairan Jepang, menyebabkan kematian lebih dari 550 orang termasuk adik Sultan.
Bencana tersebut membuat kedua pihak begitu bersedih dan awak kapal yang diangkur dengan dua kapal Jepang ke Istanbul. Para korban dimakamkan di lokasi kecelakaan dan sebuah museum didirikan tidak jauh dari lokasi kecelakaan. Turki Jepang dan masih memperingati kejadian ini sampai hari ini di tempat yang sama dari kecelakaan setiap lima tahun meskipun pemerintah yang berkuasa selalu berubah.
Seiring dengan kedatangan kapal dari Jepang dan tentara Turki yang selamat, seorang wartawan muda Jepang dengan nama Torajiro Noda ikut bersama rombongan dan membawa sumbangan dari Jepang untuk keluarga tentara Turki yang meninggal. Ia datang ke Istanbul, menyerahkan sumbangan tersebut kepada pemerintah Turki dan bahkan bertemu Sultan Abdul Hamid II, yang memintanya untuk tinggal di Istanbul dan mengajarkan bahasa Jepang kepada para pegawai Khalifah Turki Utsmaniyah.
Selama tinggal di Istanbul, dia bertemu Abdullah Guillaume, seorang Muslim Inggris dari Liverpool, Inggris yang memperkenalkan Noda kepada Islam. Cukup yakin setelah diskusi panjang bahwa Islam adalah kebenaran, Noda memeluk Islam dan memilih untuk berganti nama menjadi Abdul Haleem, sebuah pamflet dokumen Turki menunjukkan hal ini.
Bahkan, Abdul Haleem Noda bisa dianggap sebagai Muslim Jepang pertama. Segera setelah itu, seorang lain dari Jepang bernama Yamada pergi ke Istanbul pada tahun 1893 untuk memberikan donasi yang telah dikumpulkannya untuk keluarga tentara Turki yang meninggal di Jepang. Selanjutnya Yamada mempelajari Islam dan kemudian memeluk Islam, menjadi orang Jepang kedua memeluk Islam, ia mengganti namanya menjadi Khaleel, atau mungkin Abdul Khaleel. Dia tinggal di Istanbul beberapa tahun untuk berdagang dan terus melakukan hubungan persahabatan dengan Turki setelah pulang ke Jepang sampai kematiannya.
Orang Jepang ketiga untuk memeluk Islam adalah seorang pedagang Kristen dengan nama Ahmad Ariga. Ia mengunjungi Bombay, India pada tahun 1900. Pemandangan yang indah dari Masjid di sana menarik perhatiannya, ia pergi ke masjid dan menyatakan masuk Islam. Selama periode ini, sejumlah pedagang Muslim India tinggal di Tokyo, Yokohama, dan Kobe, mereka dianggap komunitas Muslim pertama di Jepang. (fath/muslimdaily/arrahmah.com)