JAKARTA (Arrahmah.com) – Sebagai pemilik wilayah otoritas pemerintahan di Jakarta Timur, Walikota Jaktim tidak tahu menahu pembongkaran gedung eks Dinas Teknis yang di dalamnya ada masjid Baitul Arif. Sungguh ironi. Padahal dampak buruk dari kegiatan pembongkaran ini menjadi masalah yang mengganggu ibadah umat Islam dan juga polusi bagi masyarakat sekitar.
Pembongkaran bangunan eks Dinas Teknis di Jatinegara 164 Jakarta Timur merupakan wewenang pemerintah provinsi DKI yakni BPKD (Badan Pengelola Keuangan Daerah), “Bukan domain Walikota Jakarta Timur tetapi domain Provinsi DKI Jakarta,” kata sekretaris kota Jakarta Timur Senin (30/9/2013).
Adapun nanti kata Sekkot, yang akan mendirikan bangunan di atas tanah Pemda itu adalah instansi Dinas Perumahan Provinsi DKI Jakarta.
Hal ini dikemukakan pada acara pertemuan antara beberapa elemen masyarakat dengan Pemerintah Kota Jaktim di kantor Walikota Jakarta Timur Senin (30/9/2013). Hadir pada saat itu Sekretaris Kota Jaktim dan beberapa jajaran di bawahnya, Wakil Rektor Universitas Az Zahra, Dewan Masjid Indonesia Jakarta Timur dan Forum Kerukunan Umat Beragama.
Pada saat pertemuan itu Pemerintah Walikota Jaktim benar-benar buta, alias tidak mengetahui sama sekali perihal pembongkaran gedung tersebut. Apalagi perihal efek-efek dari pembongkaran bangunan tersebut, yang berakibat tidak bisa digunaknnya masjid Baitul Arif untuk beribadah selama beberapa waktu. Alangkah naif dan buruknya pelayanan masyarakat ini di bawah kepemimpinan Jokowi – Ahok.
Pihak Walikota Jaktim juga mendukung pengaduan dari pihak Univesitas Az Zahra, yang mewakili keluhan banyak warga sekitar akan terganggunya ibadah di masjid dan dampak-dampak lainnya, seperti debu. “Tidak salah, gangguan yang timbul berupa debu,” ujar Kabag Sesbang Pemkot Jaktim.
Bahkan ketika pihak walikota Jaktim memasuki sisa-sisa reruntuhan, didapati ada dua surat keluhan dari sekolah di dekat area pembongkaran itu yang isinya ternyata keluhan adanya masalah pencemaran debu yang mengganggu para siswa TK tetangga bangunan yang dibongkar itu.
Pada kesempatan pertemuan itu Wakil Rektor Universitas Az Zahra Taufan Maulamin mengemukakan tiga point yang intisarinya adalah:
- Apakah pembongkaran gedung eks Dinas Teknis sudah memenuhi amdal, karena beberapa gedung yang berada dekat dengannya merasa terganggu. Aktifitas pembongkaran yang berlangsung 24 jam sangat mengganggu. Universitas Az Zahra yang mempunyai mahasiswa berjumlah 3500 orang dan lalu lintas orang 1000 orang sehari. dengan apakah sudah dikaji dampak segi kemanan, kenyamanan dari pembongkaran dan pembangunan gedung.
- Ada sarana rumah ibadah, masjid di atas tanah Pemda DKI. Apakah sudah melalui kepatutan, adab dalam membongkar masjid itu. Apakah sudah diperhatikan adab dan kesantunan serta kehati-hatian dalam hal pembongkaran gedung yang di dalamnya ada masjid untuk digunakan kaum Muslimin beribadah setiap hari? Apakah sudah dikaji sudah diterapkan suatu pelayanan publik yang menyentuh keyakinan , perasaaan paling dalam seorang pemeluk agama akan hal itu.
- Universitas Az Zahra mengusulkan terlibat secara aktif mencari solusi yang terbaik untuk masalah pembongkaran masjid Baitul Arif yang juga digunakan oleh civitas kampus Az Zahra. Sembari perlu sangat diperhatikan kaum Muslimin yang menggunakan fasilitas masjid Baitul Arif untuk beribadah. Karena sudah tiga kali Jumat mereka tidak bisa sholat Jumat. Kemana mereka sholat Jum’at? Padahal sholat Jumat itu wajib.
(azmuttaqin/arrahmah.com)