Oleh: Mushonnifun Faiz Sugihartanto*
(Arrahmah.com) – Prihatin dan miris. Kedua kata tersebut cukup menggambarkan perasaan saya saat mendengar bahwa di sebuah negara dengan populasi penduduk beragama Islam terbesar di dunia, yaitu Indonesia, penduduk yang memiliki nama Muhammad dan Ali tidak diloloskan oleh Auto Gate Bandara Soekarno Hatta. Sementara sekitar sebulan yang lalu saya mengikuti sebuah konferensi di Hong Kong, dan teman satu perjalanan saya yang memiliki nama Muhammad melenggang mulus dalam pemeriksaan autogate di Bandara Internasional Hong Kong serta di Bandara Changi Singapura, dua negara yang notabene penduduk yang beragama Islam adalah minoritas.
Seperti dilansir oleh gatra.com, bahwasanya komisi III DPR mendapatkan laporan bahwa pemilik nama Muhammad dan Ali harus melewati pemeriksaan ketat bahkan beberapa di antaranya dicegah keberangkatannya ke luar negeri setelah melalui interview pihak keimigrasian di Bandara Soekarno Hatta. Padahal terdapat jutaan rakyat Indonesia yang memiliki nama Muhammad dan Ali. Mengutip pendapat anggota DPR RI Aboebakar Al-Habsyi, bahwa ini layaknya sebuah kiamat.
Hal itu seakan semakin menunjukkan kemunduran pemerintah yang dalam hal ini direpresentasikan oleh Dirjen Imigrasi Indonesia terhadap tindakan preventif penanganan terorisme. Pemerintah seakan tergesa-gesa dan hanya ingin dilihat menerapkan standar prosedur yang ketat, tanpa memperhatikan dampaknya.
Fungsi autogate sesungguhnya memudahkan bagi mereka yang berpaspor di mana proses dilakukan hanya dengan pemindaian paspor dan sidik jari sehingga meminimalisasi terjadinya antrian di Bandara. Hal itu seharusnya makin memudahkan. Namun dengan adanya kebijakan seperti ini tentu saja bukan makin memudahkan. Alih-alih memudahkan justru makin menyulitkan dan menyulut perpecahan apalagi di sebuah negara yang berpenduduk mayoritas Islam seperti Indonesia.
Fenomena di atas setidaknya menunjukkan seakan demam “Islamophobia” yang seringkali terjadi di negara-negara barat mulai merebak di Indonesia. Islamophobia sendiri merupakan istilah yang disematkan barat kepada Islam mengingat agama ini selalu diidentikkan dengan terorisme dan kekerasan, sehingga mereka bahkan ketakutan melihat kaum Muslim yang bahkan hanya memakai atribut-atributnya, misal berjilbab, memakai pakaian tertutup, berjenggot panjang, dan lainnya.
Hal itu seharusnya menjadi evaluasi bagi kita bahwa Islam yang merupakan agama rahmatan lil alamin, malah menjadi tamparan keras saat ditakuti sendiri oleh para pemeluk agamanya. Seakan sepakat bahwa Islam bahkan nama Muhammad yang merupakan nama Nabi dan Rasul terakhir, manusia terbaik dan teladan sepanjang masa justru diidentikkan dengan bahaya laten terorisme. Pun demikian dengan nama Ali, yang bahkan merupakan nama salah satu surat di dalam Al-Quran yaitu Surat Ali Imran dianggap sebuah nama yang membahayakan.
Saya menjadi ingin tertawa sendiri seandainya membayangkan bagaimana seandainya wakil presiden Indonesia saat ini, Bapak Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla melintas di autogate bandara Soekarno Hatta, kemudian alarm keamanan berbunyi nyaring. Jika sampai terjadi, apakah pihak imigrasi bandara akan tetap menahan dan meng-interview-nya?
*Penulis Bina Qalam Indonesia
(*/arrahmah.com)