TEHERAN (Arrahmah.id) — Anggota Pengawal Revolusi Iran (IRGC) diketahui memperkosa dua wanita. Sayangnya, kasus tersebut telah ditutupi oleh Pengadilan Iran, menurut dokumen peradilan internal yang dilihat The Guardian (6/2/2023).
Dokumen tersebut awalnya dibocorkan ke Iran International oleh kelompok hacktivist Edalat-e Ali (Ali’s Justice). Kelompok tersebut mengungkapkan kasus pelecehan seksual oleh dua petugas IRGC terhadap seorang wanita berusia 18 tahun dan seorang wanita berusia 23 tahun di sebuah van selama protes besar-besaran untuk membela Mahsa Amini
Kedua wanita itu ditahan karena bertindak mencurigakan dan ponsel mereka diperiksa untuk bukti bahwa mereka menghadiri protes. Ini adalah dokumen internal pertama yang terkuak untuk kasus pemerkosaan.
Aktivis menuduh banyak wanita lainnya yang ditangkap telah dilecehkan secara seksual oleh petugas keamanan selama protes tersebut.
Dokumen tersebut ditulis oleh Mohammad Shahriari yang merupakan wakil jaksa dan kepala Kantor Kejaksaan Umum dan Revolusi Teheran, dilansir The Guardian.
Dokumen itu ditujukan kepada Ali Salehi yang merupakan jaksa penuntut umum dan revolusi Teheran pada 13 Oktober 2022 lalu. Para petugas yang terlibat dikabrkan sudah diberikan hukuman.
Laporan tersebut merinci bagaimana kedua pelaku akhirnya mengaku memerkosa wanita. Walau begitu, para petugas mengaku menyembunyikan kasus atas persetujan korban.
Petugas pertama mengatakan, mereka telah menahan kedua wanita tersebut di dekat pom bensin saat ditempatkan di Jalan Sattarkhan di Teheran barat. Para petugas awalnya membawa mereka ke markas Pengawal Revolusi, kemudian pergi ketika mereka diberi tahu bahwa tidak mungkin memproses para wanita yang dituduh di sana.
“Mengingat kasus ini dapat menimbulkan masalah, kemungkinan bocornya informasi ini ke media sosial dan misrepresentasinya oleh kelompok musuh, disarankan agar perintah yang diperlukan dikeluarkan untuk diajukan secara rahasia,” demikian keterangan dokumen tersebut.
“Karena tidak ada pengaduan yang didaftarkan dan para terdakwa telah dipecat, para terdakwa harus diberhentikan tanpa menyebutkan nama mereka,” tambahnya, dilansir Arab News.
Pada 15 Oktober 2022, demonstran bernama Dorsa sempat dihentikan di sebuah pos pemeriksaan saat mengemudi melalui sebuah kota di Provinsi Gilan bagian utara.
Saat itu, Dorsa bersama saudara perempuan dan dua teman laki-lakinya. Mobil mereka digeledah dan ketika dua kaleng cat semprot ditemukan di tas saudara perempuannya, polisi setempat mencurigai mereka dan terjadi kekacauan.
Dorsa mengatakan mereka dibawa ke sebuah gedung di mana mereka dipaksa untuk menandatangani pengakuan yang mengatakan bahwa mereka telah melakukan protes, sebelum dipisahkan.
“(Mereka) menutupi wajah saya dengan syal dan saya tidak bisa melihat apa-apa. Saya ditelanjangi dan diberitahu bahwa seorang dokter wanita akan masuk ke ruangan dan memeriksa saya. Beberapa menit kemudian, seseorang datang ke kamar dan ketika mereka menyentuh saya, saya tahu itu laki-laki,” katanya, dilansir The Guardian.
“Dia terus menyentuh saya di mana-mana dan kemudian mengambil sebuah benda dan memasukkannya ke dalam vagina saya. Dia terus menyentuh saya dengan benda itu, sementara dengan tangan yang lain, dia meraba-raba seluruh tubuh saya. Saya terbaring kaku dan masih kesakitan akibat pukulan yang saya terima selama interogasi. Saya berbaring di sana karena saya tidak tahu berapa lama. Dia kemudian pergi,” tambahnya. (hanoum/arrahmah.id)