TEHERAN (Arrahmah.com) – Perwakilan Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa telah memprotes ancaman tindakan militer “Israel” baru-baru ini terhadap negara tersebut, meminta organisasi antar pemerintah ini untuk ikut campur, lapor Al Jazeera, hari ini (7/2/2021).
Dalam sebuah surat kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Majid Takht-Ravanchi mengatakan “Israel” tidak hanya meningkatkan “retorika provokatif dan penghasut” terhadap Iran, tetapi juga secara aktif membuat rencana untuk bertindak atas ancamannya.
Contoh terbaru, katanya, terjadi pada akhir Januari ketika jenderal “Israel” Aviv Kochavi mengatakan militer “Israel” sedang mempersiapkan “sejumlah rencana operasional, selain yang sudah ada” sebagai reaksi terhadap Iran yang meningkatkan program nuklirnya dalam beberapa bulan terakhir.
Perwakilan Iran di PBB mengatakan ancaman itu melanggar pasal dua piagam PBB dan membutuhkan “tanggapan proporsional oleh komunitas global” karena sejarah “Israel” menyerang negara lain di kawasan itu.
“Kami memiliki hak intrinsik untuk membela diri dan secara tegas menanggapi setiap ancaman atau tindakan salah oleh rezim “Israel”,” tulis Takht-Ravanchi.
Antara lain, pasal dua piagam PBB menyatakan bahwa anggota harus “menahan diri dalam hubungan internasional mereka dari ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik negara manapun”.
Takht-Ravanchi mengatakan “Israel” harus bertanggung jawab atas tindakan permusuhannya dan PBB harus melawan “kebijakan destabilisasi dan penghangatan” negara sebagai entitas yang bertanggung jawab untuk mengamankan perdamaian internasional.
Perwakilan tersebut juga meminta agar suratnya didaftarkan sebagai dokumen resmi di Dewan Keamanan PBB.
Setelah jenderal “Israel” membuat ancaman, kepala staf kepresidenan Iran Mahmoud Vaezi menolaknya dan menyebutnya “perang psikologis” dan berkata “dalam tindakan, mereka tidak memiliki rencana maupun kemampuan untuk melaksanakannya”.
Dia juga mengungkapkan keyakinannya atas pemerintahan baru Presiden AS Joe Biden memiliki kemerdekaan dan tidak akan melayani “Israel” seperti pendahulunya Donald Trump.
Pernyataan Kochavi juga dilihat sebagai ancaman bagi pemerintahan Biden yang mengatakan ingin memulihkan kesepakatan nuklir 2015 yang ditandatangani Teheran dengan kekuatan dunia.
Trump secara sepihak membatalkan kesepakatan pada 2018 dan menjatuhkan sanksi keras terhadap Iran, yang menyebabkan Iran secara bertahap mengurangi komitmennya berdasarkan kesepakatan mulai 2019. (Althaf/arrahmah.com)