TEHERAN (Arrahmah.id) — Komandan Angkatan Laut Republik Iran mengumumkan dalam siaran televisi negara bahwa rezim mereka kini memiliki Antartika dan akan membangun operasi militer di Kutub Selatan.
“Kami mempunyai hak kepemilikan di Kutub Selatan. Kami berencana untuk mengibarkan bendera kami di sana dan melakukan pekerjaan militer dan ilmiah,” kata Komandan Angkatan Laut Iran Laksamana Muda Shahram Irani, menurut terjemahan Institut Penelitian Media Timur Tengah (MEMRI), dikutip dari Fox News (16/2/2024).
Tindakan angkatan laut Iran memang semakin menarik perhatian dunia, apalagi saat merespon milisi dukungan Iran yang membunuh tiga tentara AS di Yordania bulan lalu.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, saat melakukan wawancara dengan Fox News, sempat membahas mengenai pencairan dana Iran sebesar $6 miliar yang disimpan AS di Qatar baru-baru ini, apakah dapat digunakan oleh Iran untuk mendirikan pangkalan di Antartika.
“Tidak. Dana Iran yang disimpan di Qatar tidak boleh digunakan untuk kegiatan apa pun di Antartika,” jawab juru bicara tersebut.
“Dana tersebut hanya dapat digunakan untuk membeli barang-barang kemanusiaan, yaitu makanan, obat-obatan, peralatan medis, dan produk pertanian,” lanjutnya.
Presiden Iran, Ebrahim Raisi, yang dijatuhi sanksi oleh mantan Presiden Trump atas perannya dalam dua pembantaian pembangkang dan pengunjuk rasa Iran, membantah pembatasan penggunaan dana sebesar $6 miliar yang dilakukan pemerintahan Biden.
Raisi mengejek Gedung Putih yang dipimpin Biden, dengan menyatakan bahwa rezimnya akan menggunakan suntikan dana tunai dalam jumlah besar “di mana pun kami membutuhkannya.”
“Rencana Iran di masa depan untuk mencoba memperluas kehadiran dan pengaruh militernya ke Antartika tidak hanya akan melanggar konvensi multilateral mengenai masalah ini, namun juga melanjutkan tren agresi rezim di seluruh dunia,” kata Yonah Jeremy Bob seorang analis militer dan intelijen senior.
Klaim kepemilikan Iran atas Antartika tentu merupakan ancaman nyata terhadap Perjanjian Antartika tahun 1959, yang ditandatangani oleh dua belas negara konsultatif awal.
Perjanjian tersebut berisi pernyataan bahwa Antartika akan digunakan secara eksklusif untuk tujuan damai dan ilmiah. (hanoum/arrahmah.id)