TEHERAN (Arrahmah.id) — Otoritas kehakiman Iran mengampuni 22.000 orang yang ditahan saat ikut unjuk rasa antipemerintah yang marak di negara tersebut, yang diawali oleh aksi memprotes kematian wanita muda bernama Mahsa Amini tahun lalu. Pengampunan diberikan oleh pemimpin tertinggi Syiah Iran Ayatollah Ali Khamenei.
Seperti dilansir Reuters dan Associated Press (14/3/2023), kantor berita IRNA melaporkan bahwa Khamenei telah mengampuni ‘puluhan ribu’ tahanan, termasuk mereka yang ditangkap dalam unjuk rasa ketika otoritas Teheran melancarkan operasi penindakan tegas terhadap perbedaan pendapat.
Pengampunan untuk puluhan ribu tahanan di Iran itu diumumkan oleh kepala otoritas kehakiman Iran Gholamhossein Mohseni Ejei daam pernyataan pada Senin (13/3) waktu setempat.
“Sejauh ini, 82.000 orang telah diampuni, termasuk 22.000 orang yang berpartisipasi dalam aksi protes,” tutur Ejei dalam pernyataannya.
Disebutkan secara lebih detail bahwa total 82.656 tahanan dan mereka yang telah menghadapi dakwaan, mendapatkan pengampunan. Dari jumlah itu, sekitar 22.628 tahanan ditangkap saat ikut unjuk rasa di berbagai wilayah.
Dalam pernyataannya, Ejei juga menyatakan bahwa para tahanan yang diampuni itu tidak melakukan tindak pencurian atau tindak kriminal kekerasan. Pernyataan ini dinilai mengindikasikan bahwa jumlah total orang yang ditahan saat unjuk rasa di Iran jauh lebih besar lagi.
Media pemerintah Iran sebelumnya melaporkan bahwa Khamenei bisa mengampuni banyak orang yang ditangkap saat unjuk rasa antipemerintah, atau yang disebut Teheran sebagai ‘kerusuhan’, menjelang bulan suci Ramadan.
Iran marak dilanda unjuk rasa besar-besaran sejak kematian Amini pada September tahun lalu, atau beberapa hari setelah dia ditangkap oleh polisi moral di Teheran atas dugaan melanggar aturan berhijab.
Pernyataan Ejei itu menjadi gambaran jelas untuk pertama kalinya soal seberapa luas cakupan operasi penindakan tegas pemerintah Iran terhadap para demonstran yang memprotes kematian Amini. Aksi protes yang berlangsung di berbagai wilayah Iran itu kemudian meluas menjadi unjuk rasa antipemerintah.
Hal itu juga dinilai menunjukkan bahwa otoritas teokrasi Iran kini merasa cukup aman untuk mengakui skala kerusuhan di wilayah mereka, yang menjadi salah satu tantangan paling serius bagi negara tersebut sejak Revolusi Iran tahun 1979 silam.
Teheran sebelumnya hanya menyebut ‘puluhan ribu’ orang ditahan dalam berbagai unjuk rasa. Pernyataan terbaru Ejei mengungkapkan angka yang lebih tinggi dari data yang dirilis para aktivis HAM. Namun tidak ada pembebasan massal yang didokumentasikan dalam beberapa hari terakhir oleh media maupun aktivis Iran.
Laporan Aktivis Hak Asasi Manusia di Iran, yang melacak operasi pemerintah Iran, menyebut lebih dari 19.700 orang ditangkap dalam unjuk rasa. Disebutkan juga dalam laporan itu bahwa sedikitnya 530 orang tewas saat pemerintah Iran menindak tegas unjuk rasa di wilayahnya.
Otoritas Teheran belum merilis data jumlah korban tewas dalam unjuk rasa selama berbulan-bulan terakhir.
Diketahui juga bahwa kemarahan masih tetap ada di negara yang berjuang menghadapi anjloknya mata uang mereka, Rial Iran, juga mengalami kesengsaraan ekonomi dan ketidakpastian dalam hubungannya dengan dunia luar usai runtuhnya kesepakatan nuklir tahun 2015 dengan negara-negara kekuatan dunia.(hanoum/arrahmah.id)