BAGHDAD (Arrahmah.id) — Irak akan menjadi negara yang mengeluarkan larangan penggunaan dolar Amerika Serikat (AS) untuk transaksi pribadi dan bisnis mulai 14 Mei lalu. Larangan ini diharapkan bisa meningkatkan mata uang Dinar di Irak.
Kebijakan ini juga dirancang untuk mengatasi nilai tukar mata uang Irak yang terus berfluktuasi dan menyebabkan naiknya harga-harga. Selain itu, pemerintah juga berupaya untuk mengatasi kesenjangan antara nilai tukar Dinar di pasar resmi dan nilai tukar di pasar tidak resmi.
Direktorat Kejahatan, Jenderal Hussein Al-Tamimi mengungkapkan jika ada yang melanggar aturan tersebut. Pemerintah tak segan mengenakan denda 1 juta dinar Irak atau setara dengan Rp 11,3 juta dengan asumsi kurs Rp 11,35.
“Jika ada yang melanggar akan dikenakan denda, lalu ada ancaman hukuman penjara untuk yang melanggar berkali-kali dan denda 1 juta dinar Irak. Jika ada pelanggaran lagi, hukuman akan berlipat ganda,” kata dia dikutip dari thecradle.co (17/5/2023).
Hussein menyebutkan, Dinar Irak adalah mata uang yang merupakan kedaulatan negara. Karena itu pemerintah Irak meneken perjanjian untuk menggenjot transaksi menggunakan mata uang lokal.
Anggota parlemen dan anggota Komite Keuangan di Dewan Perwakilan Irak, Hussein Mouanes menyebutkan jika saat ini Irak masih bergantung dengan dolar AS.
“Secara ekonomi, Irak masih didominasi oleh dolar AS. Mengurangi ketergantungan dolar AS adalah hal yang penting. Sudah waktunya Irak mengandalkan mata uang lokalnya,” jelas dia. (hanoum/arrahmah.id)