BAGHDAD (Arrahmah.id) — Anggota-anggota parlemen Irak dijadwalkan akan mengkaji sebuah RUU untuk menghidupkan kembali wajib militer di negara itu, hampir 20 tahun setelah kewajiban itu dihapus.
Wajib militer diberlakukan di angkatan bersenjata Irak pada tahun 1935-2003, dan baru dihapus setelah invasi pimpinan Amerika Serikat (AS) yang menggulingkan mantan diktator Saddam Hussein.
Dilansir Rudaw (10/11/2022), anggota parlemen Irak, Yasser Iskander Watout, mengatakan pada AFP, RUU tentang wajib militer itu akan membuka jalan bagi diaktifkannya kembali wajib militer.
Wajib militer bagi laki-laki muda berusia 18-35 tahun untuk jangka waktu antara 3-18 bulan, tergantung tingkat pendidikan mereka. Mereka juga akan menerima tunjangan antara 600.000 – 700.000 dinar Irak, atau lebih dari 400 dolar AS, tambah Watout, yang bertugas di Komite Pertahanan parlemen itu.
Diperlukan waktu sekitar dua tahun setelah pengesahan undang-undang itu untuk mengaktifkan kembali wajib militer secara penuh, tambah Watout.
Namun, RUU itu juga mengatur bahwa putra tunggal dan pencari nafkah akan dibebaskan dari wajib militer.
Sejak penggulingan Saddam Hussein, Irak telah diselimuti konflik sektarian. Kelompok militan Islamic State (ISIS) juga telah merebut sebagian besar wilayah Irak, sebelum dikalahkan koalisi internasional 80 negara pada akhir tahun 2017 yang didukung AS.
Koalisi anti-ISIS itu melanjutkan peran tempur di Irak hingga Desember 2021 lalu. Tetapi hingga saat ini sekitar 2.500 tentara Amerika masih tetap berada di Irak untuk membantu pelatihan, saran, dan bantuan pada pasukan nasional.
RUU tentang wajib militer itu awalnya diajukan oleh Kementerian Pertahanan pada Agustus 2021, di bawah pemerintahan perdana menteri saat itu, Mustafa Al Kadhemi.
Irak akhir tahun lalu memilih parlemen baru, yang baru dilantik bulan Oktober lalu, dalam pemerintahan yang dipimpin Mohammed Shia Al Sudani, setelah mengalami kelumpuhan politik selama satu tahun. (hanoum/arrahmah.id)