JAKARTA (arrahmah.com) – Tanpa ada bukti yang jelas, polisi menyatakan Nur Iman, pedagang yang tewas karena baku tembak antara Densus 88 dengan aktivis Islam di Sukoharjo, disebabkan oleh peluru “teroris”. Pernyataan ini disesalkan karena polisi terkesan melindungi diri sendiri.
“Pernyataan itu terlalu dini. Kesannya polisi mau melindungi diri sendiri,” kata Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW), Neta S Pane, kepada detikcom, Minggu (15/5/2010).
Sesuai prosedur hukum, seharusnya pernyataan mengenai penyebab tewasnya Nur Iman didahului dengan pencarian fakta. Salah satu yang efektif adalah mengadakan uji balistik terhadap proyektil peluru yang bersarang di tubuh Nur Iman.
“Berdasar uji balistik, baru bisa diketahui peluru berasal dari pistol polisi atau kelompok teroris,” jelas Neta.
Namun penangangan kasus peluru nyasar yang Mabes Polri terapkan justru berbeda. Belum ada uji balistik dan pemeriksaan para saksi-saksi, mereka sudah buru-buru mengumumkan Nur Irman tewas bukan akibat polisi salah tembak.
“Pantas saja bila masyarakat tidak percaya. Terlebih bila melihat posisi Nur Iman dalam baku tembak antara polisi vs ‘teroris’,” sambung Neta.
Karena itu Neta menyarankan agar polisi meminta bantuan Komnas HAM untuk selidiki kasus tersebut.
“Jangan tim internal Mabes Polri yang tangani, sebab masyarakat terlanjur tidak percayai polisi,” jawab Neta. (rasularasy/arrahmah.com)