TIMBUKTU (Arrahmah.com) – Sungguh jauh perbedaan akhlak antara pemerintahan mujahidin Anshar Ad-Din yangmenerapkan syariat Islam di Mali Utara dengan pemerintahan sekuler Mali dukungan penjajah salibis Perancis, Inggris, Amerika dan NATO. Perbedaan mencolok itu kini menjadi liputan luas media massa Afrika Barat dan internasional setelah pasukan penjajah salibis Perancis dan rezim sekuler Mali menduduki wilayah-wilayah di Mali Utara yang semula dikuasai oleh mujahidin Islam.
Dengan dalih mengamankan Afrika Barat dan dunia internasional dari ancaman teroris Islam yang telah menerapkan syariat Islam di Mali Utara, pada Kamis (17/1/2013) penjajah salibis Perancis mengerahkan pasukannya untuk menginvasi wilayah-wilayah yang dikuasai oleh mujahidin. Pasukan rezim sekuler Mali pun berani menyerang mujahidin Anshar Ad-Din dengan dukungan serangan udara pasukan Perancis.
Dengan pertimbangan taktik perang, mujahidin meninggalkan kota-kota dan desa-desa di Mali Utara dan menarik pasukannya ke wilayah gurun Sahara yang luas. Masuknya pasukan rezim sekuler Mali dan milisi-milisi pro Perancis ke kota-kota dan desa-desa di Mali Utara akhirnya menjadi malapetaka luas bagi mayoritas penduduk muslim yang berasal dari etnis Arab dan Tuarek. Militer rezim sekuler Mali dan milisi-milisi pro Perancis telah melakukan pembantaian, pemerkosaan dan perampokan terhadap penduduk muslim dari kedua etnis tersebut.
Laporan-laporan lapangan yang dipublikasikan oleh koran Aljazair, Ash-Shuruq, pada Kamis (31/1/20013) menyebutkan milisi-milisi pro Perancis melakukan pembantaian terhadap anak-anak, membakari sekolah-sekolah agama dan membunuhi warga sipil muslim dari suku Arab dan Tuarek yang merupakan mayoritas penduduk asli wilayah Azawad, Mali Utara.
Saksi-saksi mata di kota Diyabali melaporkan bahwa milisi-milisi bersenjata pro Perancis datang dengan kendaraan-kendaraan militer di desa-desa mereka, mencari-cari penduduk dari suku Arab dan Tuarek, membunuhi para pria dan memerkosa para wanita setempat. Setiap warga berasal dari suku Arab dan Tuarek menjadi sasaran pembantaian milisi.
“Kami terbangun dalam keadaan gemetar ketakutan, sampai-sampai kami tak bisa keluar dari rumah. Kami yakin penduduk desa ini akan dibantai semuanya, karena tentara Mali mengetahui bahwa penduduk desa ini sebelumnya telah menerima kedatangan pasukan Islam (mujahidin). Pasukan Islam itu telah tinggal di desa ini selama beberapa hari dan kami tidak melihat dari mereka selain kebaikan dan keadilan. Tapi kami kemudian terkejut ketika mereka membantai keluarga tetangga kami, Khairi Walad Hama. Kami mendengar jeritan dan tangisan,” kata seorang tetangga dari sebuah keluarga yang dibantai habis oleh tentara Mali.
“Hari ini, tentara Mali datang dengan mengenakan seragam militer dan dalam rombongan pasukan Mali, juga milisi-milisi Gandkwe bersama orang-orang kulit putih yang berbicara dengan bahasa Inggris. Mereka mendobrak pintu rumah, merusak semua perabotan, mengumpulkan anak-anak yang belum berumur 18 tahun, lalu membantai mereka semua. Mereka lalu merobohkan sekolah tempat pengajaran Al-Qur’an, merobek-robek mushaf-mushaf Al-Qur’an dan merusak papan tulis. Mereka lalu pergi meninggalkan desa,” kata sejumlah saksi mata.
Laporan harian Aljazair ini membuktikan bahwa pembantaian terhadap warga muslim suku Arab dan Tuarek masih terus dilakukan oleh tentara rezim sekuler Mali dan milisi-milisi pro Perancis. Perusakan terhadap sekolah-sekolah agama, pembakaran mushaf-mushaf Al-Qur’an dan pemerkosaan terhadap kaum wanita terjadi di desa dan kota yang direbut kembali oleh tentara rezim sekuler Mali dari tangan mujahidin Anshar Ad-Din.
Pembantaian dan kejahatan perang yang dilakukan oleh pasukan rezim sekuler Mali sebelumnya telah diangkat oleh media massa Inggris, Perancis dan Mauritania. Ada laporan peningkatan pembunuhan di luar hukum dan pelanggaran hak asasi manusia di Mali, ketika pasukan Mali memerangi militan Islam di negara Afrika Barat itu, tulis harian Observer pada Sabtu (19/1/2013).
Warga Mopti, di tengah negara itu, mengatakan kepada wartawan harian Observer bahwa penangkapan, interogasi dan penyiksaan tak berdosa oleh tentara Mali dilakukan terhadap setiap orang yang diduga terlibat dalam kegiatan pemberontak.
Sementara itu Amnesty International mengatakan bahwa mereka telah mendokumentasikan bukti penyalahgunaan kekuasaan oleh tentara Mali, termasuk pembunuhan di luar hukum.
Kantor berita Ash-Sharq melaporkan dari sejumlah sumber di Mali bahwa pasukan rezim sekuler Mali pada Rabu (23/1/2013) melakukan “pembantaian massal” terhadap para siswa sekolah-sekolah agama di Mali Utara.
Kantor berita Ash-Sharq melaporkan bahwa pembantaian terhadap para siswa sekolah agama dan penduduk sipil muslim Azawad di Mali Utara telah dilakukan oleh pasukan rezim sekuler Mali sejak beberapa hari terakhir di kota Mopti, Enino, Jabale dan sekitarnya. Mayat-mayat para siswa dan warga sipil dilemparkan ke dalam sumur-sumur dan berserakan di jalanan raya, seperti dipublikasikan foto-fotonya oleh sebuah stasiun TV Prancis. Organisasi Human Rights telah membuat laporan khusus menggugat kebiadaban pasukan rezim sekuler Mali tersebut. (muhib almajdi/arrahmah.com)