Hilal Ahmar Society Indonesia (HASI) merupakan sebuah tim yang bergerak untuk pelayanan kesehatan di wilayah konflik, bencana alam dan kerusuhan sosial, baik bersifat nasional maupun internasional.
Dalam lingkup internasional, tim relawan HASI juga mengadakan pengobatan bagi rakyat Suriah yang tertindas, merasakan kesulitan mereka di tenda-tenda pengungsian, memahami derita mereka dalam dinginnya malam tanpa selimut dan penghangat ruangan, dan sebagainya.
Salah seorang tim relawan ke-11 HASI untuk Suriah, Abu Abdillah, menceritakan bagaimana intensitas serangan pasukan rezim Nushairiyah menghalangi tim HASI di Salma memberikan bantuan pengobatan untuk rakyat Suriah yang membutuhkan di Kebbana. Berikut pengalaman berharga yang ia sampaikan dalam sebuah tulisan singkat di situs HASI pada Selasa (20/5) tersebut.
Intensitas Serangan Menghalangi
Pemberian Bantuan
Malam itu kami semua dikagetkan dengan suara-suara bising dan teriakan-teriakan yang memerintahkan untuk bangun dari tidur dan bersembunyi ke Jami’. “Thayyarah, thayyarah,” demikian mereka meneriakkannya ketika helikopter tentara rezim Assad melintasi langit Salma. Kami pun segera bangkit dan menuju Jami’ untuk mengamankan diri. Jami’ adalah sebutan untuk masjid yang biasa kami gunakan shalat berjamaah, sebagaimana di Indonesia kita banyak menemukan banyak Masjid Jami’. Hanya bedanya jika Jami’ di Indonesia memiliki tempat sendiri dengan halaman parkir yang luas, ruang shalat yang nyaman, bahkan sekarang banyak yang sudah dilengkapi dengan air conditioner (AC), tempat wudhu yang bersih, karpet tebal yang nyaman untuk alas dahi dan lain sebagainya.
Sedangkan yang kami sebut Jami’ disini adalah sebuah ruang bunkertempat persembunyian ketika ada serangan birmil. Ruang kecil berukuran 5×2,5 meter yang memang fungsi utamanya adalah untuk shalat berjamaah, dibuat baru beberapa bulan ini dengan diberi lapisan beton berukuran 30cm disekelilingnya. Cukup aman untuk persembunyian karena letaknya di lantai dasar bangunan. Jika sebelumnya kami akan berlari menuju lorong-lorong kamar untuk bersembunyi dari dahsyatnya efek ledak mortar maupun birmil dari rezim, maka saat ini ruang Jami’ sedikit lebih aman.
Bagi kami yang sudah dua pekan tinggal di Rumah Sakit Lapangan (RSL) Salma, serangan dini hari itu adalah hal yang tidak lazim. Dan mungkin hal yang sama dirasakan tim-tim HASI sebelumnya. Karena serangan dengan birmil memerlukan cahaya matahari dan cuaca yang bagus, sedangkan malam hari? Sedangkan lampu di desa-desa kaum Muslimin adalah hal yang langka. Gelap gulita. Tidak tanggung-tanggung, malam itu tiga birmil kami dengar menghantam tanah Salma. Allaahul Musta’aan.
Saat kami tanyakan keesokan harinya kepada Abu Muhammad yang menemani kami, “Ada apakah kemarin malam sehingga tentara rezim mengirim Birmil kepada kita malam-malam?” “Tidak ada apa-apa, mereka berbuat sekehendaknya saja. Malam atau siang mereka tidak peduli. Serangan kemarin malam itu belum seberapa, biasanya lebih banyak lagi,” jawabnya. Kami hanya bisa terhenyak mendengarnya, bagaimana tidak, dalam sehari kami dikirimi Birmil sebanyak 18 kali. 15 kali pada waktu siang yang memang cuaca sangat cerah dan segar dan 3 kali malam harinya. Dibilang belum seberapa. Hasbunallaahu wani’mal wakiel.
Pengobatan Tertunda
Akibat dari serangan malam itu membuat agenda kami untuk mengadakan pengobatan ke Kebbana seperti yang kami janjikan beberapa hari lalu tertunda. Rezim Assad sedang mengintensifkan serangan ke desa-desa kaum Muslimin. Sejak malam hari itu hingga keesokan harinya, tidak henti-hentinya serangan udara rezim dilancarkan. Jalan-jalan utama yang menghubungkan Salma menuju Kebbana tidak dapat dilalui karena mendapat serangan roket tentara rezim Assad. Dan untuk menghindari tim dari bahaya tersebut, kegiatan pun dibatalkan.
Tidak banyak yang dapat kami lakukan selain berdoa kepada Allah agar semua dimudahkan, dan mudah-mudahan apa yang sudah kami janjikan kepada penduduk Kebbana dapat terlaksana secepatnya. Semoga.
(banan/hasi/arrahmah.com)