TEL AVIV (Arrahmah.id) — Kepala Direktorat Intelijen Militer Pasukan Pertahanan Israel, Mayor Jenderal Aharon Haliva, mengklaim Iran tengah mempertimbangkan untuk menyerang ajang sepak bola global, Piala Dunia Qatar 2022.
Haliva mengatakan rezim di Teheran sedang mempertimbangkan langkah tersebut untuk mengacaukan kawasan itu dan mengalihkan perhatian dunia atas kerusuhan yang sedang terjadi di Iran.
“Saya memberitahu Anda bahwa Iran saat ini sedang mempertimbangkan untuk menyerang Piala Dunia di Qatar juga,” kata Haliva dalam pidato di konferensi Institute for National Studies di Tel Aviv, seperti dikutip Arab News (23/11/2022).
“Iran berusaha melanggengkan ketidakstabilan sebagai hal yang tetap. (Sebab) di saat dunia di sekitarnya stabil dan berkembang, ini adalah kebalikan dari apa yang terjadi di Iran,” ujar Haliva.
“Piala Dunia kemungkinan akan menjadi salah satu peristiwa di mana mereka mencoba menyebabkan ketidakstabilan.”
Haliva berujar meski ia sebetulnya tak melihat ancaman dari rezim Iran, namun mereka perlu waspada, terlebih di tengah tekanan internal yang dialami Teheran.
“Pada tahap ini saya tidak melihat risiko terhadap rezim, tapi karena tekanan terhadap Iran meningkat, termasuk tekanan dari internal, respons Iran jauh lebih agresif, jadi kita harus memproyeksi respons yang jauh lebih agresif di kawasan Iran dan di dunia,” ucap Haliva.
Protes nasional di Iran diketahui meletus setelah seorang wanita Kurdi usia 22 tahun, Mahsa Amini, meninggal saat ditahan polisi moralitas Iran karena tidak benar mengenakan kerudung.
Sebanyak 14 ribu orang di penjara buntut protes tersebut. Sementara ratusan orang lainnya dilaporkan tewas.
Pada Senin (21/11), tim sepak bola Iran yang kalah 2-6 dari Inggris dalam pertandingan pembukaan sempat menimbulkan kontroversi lantaran para pemain menolak menyanyikan lagu kebangsaan Iran sebagai protes terhadap situasi di negara mereka.
Tak hanya pemain, para penggemar juga ikut-ikutan mencemooh lagu kebangsaan mereka yang dilantunkan di stadion dan memberikan tanda mengutuk kematian Amini dan rezim, serta menyerukan hak-hak perlindungan terhadap perempuan.
Terkait hal ini, spesialis Iran di Henry Jackson Society di London, Catherine Perez-Shakdam, memandang tim nasional Iran yang menolak menyanyikan lagu kebangsaan akan membayar mahal atas sikapnya tersebut.
“Penolakan tim sepak bola Iran untuk menyanyikan lagu kebangsaan Republik Islam akan menjadi keputusan yang harus dibayar mahal oleh para pemain,” kata Shakdam.
“Demikian pula, setiap penggemar Iran yang diidentifikasi oleh rezim karena mencemooh lagu kebangsaan juga bakal menghadapi hukuman berat. Ini adalah fakta brutal Iran masa kini,” ujar dia.
Shakdam mengatakan para pemain Iran kemungkinan telah kehilangan kebebasannya saat ini, usai menyuarakan pendapat mereka di beberapa kesempatan. Sebab rezim selama ini menargetkan mereka yang memberontak, termasuk anggota keluarganya, untuk menghalanginya menyuarakan pendapat.
“Mengingat rekam jejak Iran yang menghebohkan, perlu dicatat bahwa para pemain dan penggemar yang hari ini dijauhi rezim tahu betul tentang risiko yang mereka hadapi,” ucapnya. (hanoum/arrahmah.id)