WASHINGTON (Arrahmah.com) – Sejumlah pejabat intelejen AS menyimpulkan hanya ada sedikit harapan untuk mencegah senjata nuklir Pakistan jatuh ke tangan para mujahidin. Dan tentu saja hal itu bisa menjadi ancaman yang luar biasa bagi AS dibanding apa yang telah dilakukan Taliban Afghanistan melalui teror 9/11.
Fragmentasi Pakistan ke dalam tangan para mujahidin al Qaeda dan beberapa kelompok mujahidin lainnya mempunyai implikasi gawat bagi AS dan sekutunya juga dan kepentingan mereka terhadap gudang senjata nuklir Pakistan, usahanya untuk ‘menenangkan’ (baca: merebut) Afganistan; juga kepentingan mereka di India, Teluk Persia dan Asia Tengah yang kaya minyak.
”Pakistan punya 173 juta penduduk dan 100 senjata nuklir, tentara yang jumlahnya lebih besar daripada tentara Amerika, dan menjadi markas besar al Qaeda yang menguasai dua pertiga negara,” kata David Kilcullen, seorang pensiunan perwira tentara Australia, seorang mantan penasehat Departemen Kenegaraan dan konsultan anti pemberontakan pemerintahan Obama.
”Pakistan bukan Afghanistan, terbelakang, terisolasi, dan daratan yang terkurung,” tambah pejabat intelejen AS. “Pakistan adalah negara berkembang… (dengan) pelabuhan Samudera Hindia, yang menjadi pintu gerbang menuju dunia luar, khususnya Teluk Persia, yang tidak pernah dimiliki oleh Afganistan dan Taliban.
“Implikasi ini semua adalah malapetaka bagi AS,” tambahnya. “Jalur suplai (dari Karachi sampai basis AS) di Kandahar dan Kabul dari sebelah selatan dan timur akan dipotong, atau sedikitnya jalur-jalur tersebut menjadi lebih tidak aman, dan itu akan membahayakan misi AS di Afganistan.”
Beberapa pakar dalam wawancaranya dengan pihak pers mengatakan pendapat mereka bukanlah skenario terburuk, tetapi merupakan dugaan realistis yang didasarkan pada semakin menguatnya militansi para mujahidin dan kegagalan pemerintah dan militer Pakistan untuk merespon kondisi tersebut.
“Saya tidak melihat skenario masuk akal apa pun dari pemerintah sekarang atau atau tim suksesnya yang akan memobilisasi sumberdaya ekonomi, politik, dan keamanan untuk menekan naiknya perlawanan dari mujahidin,” kata salah seorang penasihat Pentagon yang tidak ingin disebutkan namanya.
“Saya berpikir Pakistan bergerak pada situasi di mana ekstremis menguasai seluruh daerah pedalaman dan pemerintah hanya mengontrol pusat perkotaan,” tambahnya. “Jika anda melihat 10 tahun yang akan datang, saya kira pemerintahan Pakistan akan dijalankan oleh militan Islam.”
Pemandangan pesimis pejabat Pentagon mengenai Pakistan masa depan itu didukung oleh menyerahnya Islamabad minggu ini pada Taliban dan oleh meningkatnya infiltrasi mujahidin di Karachi, pusat keuangan negara, serta jantung wilayah politik dan industri provinsi Punjab.
Kematian penduduk sipil oleh serangan pesawat tak berawak AS, delapan tahun campur tangan AS di Afganistan, dan dukungan AS terhadap militer Pakistan juga sudah menyebabkan semakin tersebarnya ancaman pemberontakan para mujahidin dan semakin memunculkan kemuakan dari umat Islam.
“Pemerintah seharusnya menyadari urgensitas kondisi ini dan tetap berkomitmen. Ini adalah momen yang serius bagi Pakistan ,” kata Sen John Kerry, Kepala Senat Komite Hubungan Luar Negeri, pada Selasa (14/4) kemarin pada Islamabad. “Pemerintah federal (AS) telah menegaskan bahwa masalah ini adalah masalah Pakistan.”
Ahsan Iqbal, seorang asisten pemimpin oposisi dna mantan perdana menteri Nawaz Sharif, mengatakan bahwa pemberontakan para mujahidin bisa dipadamkan jika pemerintah membangun kembali sistem pengadilan, memperbaiki pelaksanaan hukum, memberikan ganti rugi terhadap korban sipil yang meninggal dalam operasi keamanan dan mengimplementasikan perbaikan demokratis.
“Butuh waktu,” kata Iqbal. “Kami butuh jalan keluar yang tepat dan kesatuan internal dalam tubuh Pakistan sendiri.”
Banyak pejabat AS dan para pakar lainnya memperkirakan bahwa para mujahidin Taliban tidak akan pernah menyerah dan bahkan semakin meningkatkan perlawanannya.
“Taliban saat ini menjadi pasukan yang terus meningkatkan dirinya,” pengarang Ahmed Rashid, seorang pakar pemberontakan, mengatakan dalam konferensi di Washington pada Rabu (15/4). “Mereka mempunyai agenda untuk Pakistan, dan agenda itu tidak lain adalah untuk menumbangkan pemerintah Pakistan dan men-Taliban-kan seluruh negara tersebut.”
Pejabat intelejen AS mengatakan bahwa elit Pakistan yang sejak kemerdekaannya pada tahun 1947 didominasi oleh politikus, birokrat dan perwira militer dari Punjab, sudah gagal untuk mengatasi situasi genting di Pakistan.
“Para elit Punjab sudah tidak menguasai Pakistan, tetapi tak satu pun dari mereka atau pemerintah Obama menyadari hal itu,” kata pejabat. “Pakistan bisa menjadi negara Islam, mungkin dalam beberapa tahun lagi. Tidak ada kepimpinan sipil di Islamabad yang bisa menghentikan ini.” (Althaf/arrahmah.com)