JAKARTA (Arrahmah.com) – Melalui Kementerian Agama (Kemenag), pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dikabarkan tengah bersiap mencabut Undang-Undang No. 1/PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan, Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama, sebagaimana dilansir Republika Online pada Ahad (23/11/2014). Kemenag menyatakan bahwa mereka akan menggantinya dengan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Ditjen Bimas Islam) Kementerian Agama Dr. HM Machasin mengatakan beberapa poin yang tertera dalam UU atau Penodaan Agama mesti dicabut maupun direvisi. “Sebagaimana diputuskan MK (Mahkamah Konstitusi), pencabutan atau revisi atas UU tersebut itu akan dibuat jika sudah ada penggantinya,” ujar Machasin kepada Republika Online, Ahad (23/11).
Dia mengatakan bahwa pemerintah tidak langsung mencabut UU Penodaan Agama, sebelum ada UU penggantinya, karena akan banyak madharat-nya. Jadi, untuk sementara, UU Penodaan Agama akan dipertahankan untuk sementara waktu. Namun Kemenag tengah mempersiapkan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Umat Beragama untuk menggantikan UU Penodaan Agama tersebut.
Setidaknya terdapat dua poin yang mesti direvisi, sebutnya, yakni terkait ketetapan enam agama saja yang disebutkan dalam undang-undang, sementara yang lainnya menjadi terkesan diabaikan. Dampaknya, pelayanan yang adil oleh pemerintah terhadap umat beragama dan berkeyakinan di luar agama yang enam dipertanyakan.
Kedua, terkait pembedaan antara kelompok beragama atau keyakinan dengan kelompok sempalan. “Di UU no 1 tahun 1965, pembedaannya tidak terlalu jelas sehingga kelompok yang sempalan itu diperlakukan seperti orang yang menodai agama,” ujarnya. Dia menilai ketidakjelasan tersebut jika tidak disikapi secara hati-hati akan berbenturan seperti persoalan yang dialami Ahmadiyah dan Syiah.
Dia juga mencontohkan perihal Islam yang meyakini Yesus seorang nabi, bukan Tuhan, sementara Kristen mengatakan Yesus adalah tuhan. Hal tersebut dinilainya tidak masuk kategori penodaan oleh Islam karena hanya disampaikan untuk kalangan umat Islam sendiri. “Kalaupun Kristen meyakini Yesus sebagai Tuhan, silakan saja karena itu keyakinan mereka,” katanya.
Perlu kita pahami bersama bahwa selain tekanan Amnesty International kian getol mendesak pemerintah menghapus Undang-Undang (UU) Penodaan Agama, kini banyak kelompok juga turut melancarkan upaya tersebut. Di lain pihak, kalangan Islam telah menolak terjadinya perubahan, karena dinilai akan menyuburkan praktik penodaan agama dan kian menjamurnya aliran-aliran sesat.
Sementara banyak kalangan dilaporkan Salam Online pada Ahad (23/11) menilai, dengan mengganti “UU Anti Penodaan Agama” dengan “UU Perlidungan Umat Beragama”, jelas akan membebaskan aliran-aliran (yang menodai Islam), dari jeratan hukum, lantaran mendapat perlindungan. Na’udzubillahi mindzalik. Wallahua’lam bish shawab. (adibahasan/arrahmah.com)