JAKARTA (Arrahmah.com) – Inna lillaahi wa innaa ilayhi rooji’uun telah meninggal dunia ukhtuna Nurhalimah janda asy-syahid insyaAllah Maulana malam ini pukul 21:37 WIB di klinik As Salam Cikretek Bogor.
Semoga keluarga yang ditinggalkan mendapat pahala atas kesabaran menerima mushibah yang menimpa serta mendapat ganti atas kehilangan dengan yang lebih baik, aamiin.
Awal Juni 2012 lalu Ummi Nurhalimah kritis sehingga harus dilarikan Infaq Dakwah Club (IDC) voa-Islam.com ke Rumah Sakit Haji Jakarta dan alhamdulillah atas bantuan muhsinin IDC seluruh biaya perawatan, pengobatan dan rawat jalan sudah dapat diatasi. (baca : http://idc.voa-islam.com/read/idc/63/nurhalimah-janda-mujahid-tergolek-kritis-di-rumah-sakit-butuh-uluran-tangan-kita/)
Napak Tilas Perjalanan Jihad (alm.) Ahmad Maulana
Ahmad Said Maulana adalah sosok perindu surga yang sangat mencintai perjuangan jihad membela kaum muslimin yang tertindas. Kiprah jihadnya dimulai ketika ribuan umat Islam Ambon dibantai Salibis saat shalat Idul Fitri tahun 1998. Maulana terjun ke medan jihad Ambon pada generasi awal di tahun 1999. Dua tahun kemudian, ketika umat Islam di Poso dibantai salibis, Maulana pindah haluan ke medan jihad di Poso mulai tahun 2000.
Di kalangan mujahidin Ambon dan Poso, Maulana dikenal sebagai sosok yang penuh keteladanan jihad. Karena kepribadiannya yang sabar, setia kawan, dan sangat kuat tekadnya, ia sering menjabat sebagai komandan perang dalam berbagai pertempuran melawan salibis.
Setelah konflik Poso reda, tahun 2003 Maulana yang haus jihad itu berangkat ke Filipina untuk membantu jihad di Moro. Naasnya, dalam perjalanan pulang dari Filipina melalui Malaysia, Maulana ditangkap di Malaysia dan dijerat dengan Undang-undang Keamanan Dalam Negeri Malaysia (ISA). Maulana pun mendekam lima tahun di penjara Malaysia yang terkenal jauh lebih kejam daripada penjara Indonesia.
Tahun 2008 akhir, Maulana dibebaskan dan pulang ke Indonesia. Kejamnya penjara Malaysia, ternyata tak membuat Maulana jera dalam perjuangan jihad fisabilillah.
Akhirnya, tahun 2010 Maulana bergabung dengan Kafilah Mujahidin Aceh. Dalam kelompok yang disebut-sebut sebagai “Tandzhim Al-Qaidah Serambi Mekkah” ini, Maulana menjadi salah satu tokoh penting dalam I’dad di pegunungan Jalin Jantho, Aceh Besar. Perjalanan jihad Maulana terhenti saat nafasnya berhenti
Maulana gugur ditembak thaghut pada hari Rabu (13/5/2010), sekitar pukul 12.00 WIB di Cawang, bersama dua laki-laki lainnya, dengan tuduhan terorisme tanpa dibuktikan apa kesalahannya. Bahkan hingga di pemakamannya, dua orang pria itu tak dikenali identitasnya, sehingga dua pria tak teridentifikasi itu diberi nama MR. X-I/CWG/0001 dan MR. X-I/CWG/0002.
Tindakan semena-mena Densus itu mendapat protes dari banyak tokoh. KH Mudzakkir mengecam tindakan semena-mena Densus yang menembak mati ketiga mujahid itu. Bahkan Pimpinan Ponpes Al-Islam Solo ini mengimbau umat Islam agar tidak mudah percaya kepada berita dari aparat kepolisian yang menyangkut kasus terorisme. Ia meragukan kejujuran aparat kepolisian soal tuduhan teroris terhadap tiga orang aktivis Islam yang ditembak mati di Cawang. Pasalnya, setelah dua orang pemuda itu dibunuh dengan tuduhan teroris, polisi tak bisa menunjukkan identitas, nama dan alamat dua orang tersebut. Bahkan ketika dikuburkan di Pondok Ranggon Jakarta Timur, pada Selasa (8/5/2010), polisi hanya bisa memberi label Mr X-1 dan Mr X-2 di nisan kuburan. “Mereka membunuh dua orang yang disangka teroris tapi tidak tahu siapa namanya dan di mana alamatnya, lalu kedua jenazahnya dikuburkan dengan diberi label Mr X1 dan Mr X2,” gugatnya.
Dengan validitas yang tidak shahih seperti itu, ujar Mudzakir, maka umat Islam dilarang keras percaya dengan informasi polisi terkait berita terorisme. “Kelakuan Densus yang seperti itu, apakah kita harus percaya kepada orang seperti itu? Maaf saja, keyakinan kami melarang untuk percaya kepada mereka-mereka itu. Kita disuruh Allah untuk tidak mempercayai omongan mereka itu,” pungkasnya.
Tak heran jika DPP FPI bersuara lantang mendesak agar Komisi III meminta pertanggungjawaban Densus 88 dan Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri terkait 2 terduga teroris yang ditembak di Cawang. Kinerja kepolisian patut dipertanyakan karena berani menuduh dua orang sebagai teroris, padahal sampai dimakamkan di TPU Pondok Rangon, polisi tak mengetahui identitas orang yang ditembak mati itu.
“Dua orang dulu diklaim memiliki hubungan dengan teroris. Kedua orang ini dimakamkan di Pondok Rangon dengan nama Mr X. Ini perlu diusut karena ini menyangkut nyawa seseorang,” kata Ketua Nahi Munkar Front Pembela Islam (FPI), Munarman, saat melakukan audiensi dengan Komisi III DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (31/8/2010).
Isyarat Syahid Ahmad Maulana
Setelah ditembak mati aparat thaghut dan disemayamkan di RS Polri selama seminggu, Maulana dimakamkan di kampung halamannya, K Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pondok Petir Pamulang Tangerang, Selasa (18/5/2010).
Cap teroris yang disematkan aparat kepada Maulana, sama sekali tidak menyurutkan umat Islam untuk mempahlawankan Maulana sebagai sosok mujahid. Dengan penuh duka, khalayak sangat antusias mengikuti prosesi pemakaman dari shalat jenazah hingga penguburan. Dalam pemakaman, berulang kali massa mengumandangkan takbir.
Saat dimandikan, terjadi keajaiban dalam jenazah Maulana. Nampak darah segar masih mengalir dari mulut dan lubang telinganya, padahal sudah hampir seminggu menjadi korban peluru Densus 88.
Di lengan tangan dan paha Maulana terdapat bekas luka senjata tajam. Luka ini adalah saksi jihad Maulana, yang terkena tombak dan panah saat berjihad di Pulau Buru, Ambon (1999-2000).
Semasa hidupnya, Maulana menggadaikan jiwa dan raganya untuk Islam dan kaum muslimin. Kini Maulana gugur meninggalkan seorang istri dan dua orang anak yang berstatus yatim.
Segenap redaksi arrahmah.com, mengucapkan turut berbela sungkawa, semoga Allah memberikan ampunan kepada almarhumah, dan memberikan kesabaran kepada keluarga yang ditinggalkan. Alloohummaghfirlaha warhamha wa ‘aafiha wa’fu’anha . (bilal/idc/arrahmah.com)