SURIAH (Arrahmah.com) – Sedikitnya 32 warga Suriah meninggal akibat kelaparan di kota Madaya dalam 30 hari terakhir, ujar juru bicara Program Pangan Dunia Bettina Luscher di Jenewa, Jum’at (15/1/2016).
Dana Anak-Anak PBB juga menyampaikan mengenai kematian seorang anak berusia 16 tahun penderita gizi buruk di dekat klinik di Madaya.
“UNICEF sangat bersedih dan terkejut menyaksikan kematian Ali, seorang anak 16 tahun penderita gizi buruk yang meninggal di klinik kota di depan mata kami,” kata juru bicara Christophe Boulierac dalam konferensi pers.
Badan PBB menyatakan 25 anak balita menderita gizi buruk; 22 dari anak-anak itu menunjukkan tanda-tanda gizi sedang hingga gizi buruk, kata Boulierac.
Sebuah klinik mobile dalam perjalanan ke Madaya, kata juru bicara Organisasi Kesehatan Dunia Tarik Jasarevic di Jenewa pada konferensi pers.
Pada hari Kamis (14/1), PBB berupaya mengirim 10 truk dengan berbagai pasokan ke dua daerah terkepung lainnya, Foah dan Kefraya untuk sekitar 6.000 anak yang terjebak di daerah itu, kata UNICEF.
Badan PBB pada hari Kamis meminta semua pihak dalam konflik di Suriah untuk memfasilitasi “akses kemanusiaan segera dan tanpa gangguan untuk semua daerah di seluruh negeri”.
Konvoi kedua bantuan PBB pekan ini tiba di Madaya pada hari Kamis.
Dalam pernyataan bersama, UNICEF dan WHO mengatakan: “Akses terbatas yang diberikan untuk pengiriman bantuan kemanusiaan tidaklah cukup.
“Pengakhiran pengepungan segera di Suriah begitu diperlukan, diikuti dengan pengecekan kesehatan dan kebutuhan lain penduduk, penyediaan perawatan terapi di tempat medis dan gizi serta evakuasi korban luka dan sakit untuk dirawat.”
Organisasi itu mengatakan tim mereka telah mendapati anak-anak dalam kondisi tertekan dan lapar, bersama dengan orang dewasa yang menderita gizi buruk.
Anak-anak di Madaya juga belum divaksinasi terhadap penyakit seperti polio atau campak, instansi itu menambahkan.
Lebih dari empat juta orang tinggal di daerah-daerah yang sulit dijangkau di Suriah, ungkap pernyataan PBB, menambahkan: “pengepungan dan penolakan akses kemanusiaan bagi warga sipil terus digunakan sebagai taktik perang yang melanggar hukum kemanusiaan internasional”.
(banan/arrahmah.com)